Belajar Bahasa Daerah, Mengenal 6 Macam Tembung dalam Bahasa Jawa

Ma, selain menguasai bahasa asing dan bahasa Indonesia, kita juga harus membiasakan pemakaian bahasa daerah kepada anak. Bagaimanapun, dalam berinteraksi dengan sesamanya, anak dan juga Mama sama-sama butuh memahami bahasa daerah, salah satunya bahasa Jawa.
Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Tahukah Mama bahwa bahasa Jawa memiliki beberapa tingkatan? Yang paling sering digunakan di pergaulan bersama teman-teman adalah jenis Ngoko sedangkan untuk orang yang lebih tua dipergunakan jenis Krama atau Krama Inggil. Sebelum masuk ke pembahasan itu, kita mengenal unsur dasar bahasa Jawa dulu, yuk, yaitu tembung.
Tembung sendiri secara literal berarti kata. Secara sintaksis, ia dipakai untuk menyusun kalimat dan memiliki batasan fungsinya sendiri-sendiri. Di dalam artikel ini, Popmama.com merangkum 6 macam tembung dalam bahasa Jawa dan contoh katanya yang akan membantu Mama dan anak belajar. Baca hingga selesai, yuk!
1. Tembung lingga

Tembung lingga adalah kata dasar yang belum mengalami perubahan atau imbuhan. Kata ini juga dapat diartikan sebagai kata asal. Tembung lingga yang hanya berupa satu suku kata, namun sudah memiliki makna disebut tembung wod.
Contoh tembung lingga di antaranya: adus (mandi), cokot (gigit), tuku (beli), turu (tidur), dan lain sebagainya
Contoh tembung wod di antaranya: lor (utara), lur (sapaan untuk teman), nul (nol), tik (rintik).
2. Tembung andhahan

Tembung andhahan adalah kata yang telah mengalami perubahan karena ditambahkan imbuhan. Bentuk kata dasar sudah ditambahi imbuhan yang menyebabkan maknanya berubah. Jenis tembung ini ada tiga, yaitu ater-ater (awalan), seselan (sisipan), dan panambang (akhiran).
Ater-ater adalah kata imbuhan yang ditambahkan di awal kata dasar. Ini dapat juga disebut prefiks. Contoh penggunaannya seperti:
a. ny + silih → nyilih (meminjam)
b. m + laku → mlaku (berjalan)
c. di + waca → diwaca (dibaca)
Seselan adalah kata imbuhan yang ditambahkan atau disisipkan di tengah kata dasar. Dapat juga disebut sebagai infiks. Contoh penggunaannya seperti:
a. -um + ayu → kemayu (bergaya manja)
b. -in + gawa → ginawa (dikerjakan)
c. -el + kumpruk → kelumpruk (jatuh terjerembab)
d. -er + kelip → kerelip (berkelap-kelip)
Panambang adalah kata imbuhan yang ditambahkan di akhir kata dasar. Kata ini dapat juga disebut sebagai sufiks. Contoh penggunaannya seperti:
a. turut + -i → turuti (turuti)
b. jupuk + -ake → jupukake (ambilkan)
c. teka + -ne → tekane (datangnya)
d. bapak + -e → bapake (bapaknya)
e. jaluk + -ane → jalukane (mintakan)
f. kethok + -ke → kethokke (kelihatannya)
g. gawa + -na → gawakna (bawakan)
3. Tembung rangkep

Tembung rangkep adalah kata yang telah mengalami perubahan akibat proses reduplikasi atau pengulangan. Jenis kata ini dalam bahasa Jawa ada tiga, yaitu dwilingga, dwiparwa, dan dwiwasana.
Dwilingga adalah tembung yang terbentuk dari pengulangan seluruh kata dasar tanpa perubahan bentuk.
a. Dwilingga padha swara adalah pengulangan kata dengan suara yang sama tanpa perubahan. Contohnya seperti: guru-guru, bocah-bocah, omah-omah.
b. Dwilingga salin swara adalah pengulangan kata dengan perubahan bunyi vokal. Contoh penggunaannya seperti: mloka-mlaku, mrana-mrene, wira-wiri.
c. Dwilingga semu adalah kata yang terlihat seperti kata ulang tetapi sebenarnya bukan. COntohnya seperti: athi-athi, undur-undur, ondhe-ondhe.
Dwiparwa adalah tembung yang terbentuk dari pengulangan sebagian kata dasar, biasanya hanya suku kata pertama. Contohnya seperti: dedunung, jejupuk, dan lelumpuk.
Dwiwasana adalah tembung yang terbentuk dari pengulangan suku kata terakhir dengan perubahan bunyi. Contohnya seperti: cekakak, cekikik, cengingas, dan celuluk.
4. Tembung camboran

Tembung camboran adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk makna baru. Tembung ini juga biasa disebut sebagai kata majemuk. Tembung ini sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Tembung ini memiliki dua jenis yaitu camboran tunggal dan camboran wudhar.
Camboran tunggal adalah gabungan dua kata yang tetap memiliki arti masing-masing. Contohnya seperti: semarmendem, nagasari, dan daramuluk.
Camboran wudhar adalah gabungan kata yang membentuk makna baru. Contohnya seperti: meja tulis, gedhang goreng, dan gedhe cilik.
5. Tembung tanduk

Tembung tanduk adalah kata kerja yang mengalami perubahan bentuk karena mendapatkan imbuhan ater-ater anuswara seperti (m-, n-, ng-, ny-). Kata kerja ini memiliki tiga jenis yaitu tanduk kriya wantah, tanduk i-kriya, dan tanduk ke-kriya.
Tanduk kriya wantah adalah kata kerja dasar tanpa imbuhan tambahan. Contohnya seperti: mangan, maju, ngadeg.
Tanduk i-kriya adalah kata kerja dengan imbuhan "i". Contohnya seperti: menthungi, tulungi, dan nyaponi.
Tanduk ke-kriya adalah kata kerja dengan imbuhan "ke". Contohnya seperti: ngalungake, nyelehake, dan nduduhake.
6. Tembung tanggap

Tembung tanggap adalah kata kerja pasif yang menunjukkan tindakan yang diterima oleh subjek. Tembung ini memiliki empat bentuk yaitu tanggap tripurusa, tanggap ka-, tanggap sarung, dan tanggap na-.
Tanggap tripurusa contohnya adalah dakpangan, kejupuk, dan dibalangi
Tanggap na- contohnya tinulis, ginawa, dan siniram
Tanggap sarung contohnya sawang-sinawang dann cokot-cinokot
Tanggap ka- contohnya kaobong, kapangan, dan kagendhong
Ma, itu dia 6 macam tembung dalam bahasa Jawa. Mudah sekali, kan untuk dipelajari? Ayo coba terapkan ke percakapan sehari-hari, yuk!