- “bagaimana rasanya saat kamu dibantu temanmu yang sabar dan ramah?”
- “apa yang kamu rasakan saat temanmu menepati janji?”
7 Cara Menyeleksi Teman, Ajarkan pada Anak Sekarang!

Pertemanan adalah aspek penting dalam tumbuh kembang si Anak.
Membangun hubungan pertemanan sangatlah krusial bagi tumbuh kembang anak mama, mulai dari meningkatkan kemampuan sosial, manajemen emosi, kepercayaan diri dan kemampuan untuk peka terhadap situasi sosial.
Dilansir dari British Psychological Society, riset telah menunjukan pentingnya memiliki hubungan persahabatan pada usia sekolah, dengan manfaat jangka panjang yang melibatkan peningkatan aspek sosial emosional dan capaian akademik si Anak.
Tanpa pengalaman pertemanan, anak mama tidak dapat mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan untuk kehidupan sosial di masa dewasa secara optimal
Namun, penting bagi Mama untuk mengajarkan si Anak cara menyeleksi teman. Pasalnya, lingkungan pertemanan sarat akan pengaruh, terutama bagi anak, yang lebih rentan untuk dipengaruhi.
Jika anak mama berteman dengan orang yang kurang baik, si Anak berpotensi untuk ikut memiliki perilaku negatif.
Faktanya, telah banyak kasus dimana anak yang terlibat dalam kegiatan berisiko melakukannya karena dorongan dari teman-temannya.
Di artikel ini, Popmama.com telah merangkum 7 cara menyeleksi teman yang bisa Mama ajarkan pada si Anak mulai dari sekarang.
1. Ajarkan anak mengenali nilai-nilai positif dalam diri teman

Langkah awal menyeleksi teman adalah mengenali nilai-nilai positif dalam diri orang lain.
Mama bisa mengajak anak mendiskusikan nilai seperti kejujuran, empati, dan tanggung jawab. Teman yang memiliki nilai tersebut cenderung membawa pengaruh positif.
Menurut American Academy of Pediatrics (AAP), anak-anak yang dikelilingi oleh teman yang suportif dan memiliki nilai positif cenderung memiliki kesehatan mental dan akademik yang lebih baik.
Mama bisa memberi pertanyaan konkret untuk memicu diskusi seperti,
Dengan demikian, anak dapat belajar untuk menilai teman bukan dari popularitas sosial teman itu, tetapi dari kualitas karakter yang dimiliki.
2. Dorong anak untuk mendengarkan perasaannya sendiri

Insting anak terhadap orang lain sering kali sangat kuat, terutama pada tahap late childhood yaitu usia 8-10 tahun, dimana anak mama lebih peka terhadap situasi sosial di sekitarnya.
Ajarkan si Anak untuk mendengarkan perasaannya sendiri ketika berinteraksi dengan seseorang.
Jika ia merasa tidak nyaman, tidak didengar, atau bahkan merasa tertekan saat bersama seorang teman, maka itu bisa jadi tanda bahwa hubungan tersebut tidak sehat.
Mengajarkan anak mengenali emosi diri dan merespons dengan tepat adalah bagian dari penguatan kecerdasan emosional.
Hal ini sangatlah penting untuk Mama cermati, agar anak tahu kapan harus menarik diri dari pertemanan yang kurang baik.
3. Beri pemahaman tentang batasan diri

Mengajarkan konsep batasan atau boundaries sejak dini adalah bagian penting dari membentuk hubungan sehat.
Anak perlu memahami bahwa teman yang baik akan menghargai batasan fisik, emosional, dan waktu yang ia miliki.
Jika anak mama memahami pentingnya batasan dan rasa hormat, si Anak cenderung lebih mampu untuk membentuk hubungan sosial yang sehat dan tidak mudah dimanipulasi oleh orang lain.
Mama bisa memberi contoh situasi yang konkret untuk mengajarkan hal ini pada anak, seperti:
- ketika anak tidak ingin meminjamkan mainan atau ikut bermain, dan temannya tetap memaksa,
- ketika teman si Anak terus mengejek suatu hal yang sensitif bagi anak mama, meskipun sudah diberitahu kalau ejekan tersebut adalah hal sensitif yang tidak bisa dijadikan candaan.
Ajarkan pada si Anak bahwa hal-hal tersebut adalah bentuk pelanggaran batas yang harus dikenali sejak dini.
4. Jelaskan bahaya tekanan teman sebaya (peer pressure)

Peer pressure adalah faktor besar yang mempengaruhi perilaku anak dalam kelompok sosial.
Mama perlu memberi pemahaman bahwa tidak semua ajakan teman harus diikuti, terutama jika itu bertentangan dengan nilai atau aturan keluarga.
Berdasarkan publikasi National Institute on Drug Abuse (NIDA), banyak remaja yang mencoba hal berisiko seperti merokok atau berbohong karena pengaruh teman.
Ajarkan anak menolak ajakan teman dengan tegas dan sopan. Mama dapat secara jelas mengajarkan anak untuk mengatakan, “maaf, aku nggak nyaman melakukan hal itu.”
Pemahaman tersebut akan menjadi bekal yang membantu anak bersikap asertif dalam situasi nyata.
5. Latih anak untuk mengamati perilaku teman, bukan hanya perkataan

Anak perlu diajarkan untuk tidak hanya menilai teman dari apa yang dikatakan, tetapi juga dari apa yang dilakukan.
Seringkali, ada teman yang terlihat baik saat berbicara, tetapi sebenarnya sering membuat masalah atau bersikap buruk terhadap orang lain.
Pengamatan terhadap perilaku nyata adalah keterampilan penting dalam literasi sosial. Anak bisa diajak untuk memperhatikan, misalnya, apakah temannya suka membantu atau justru suka mengejek orang lain.
Teman yang tindakannya selaras dengan nilai positif adalah orang yang lebih layak dijadikan sahabat.
6. Bangun rasa percaya diri agar anak tak takut menjaga jarak

Rasa percaya diri membuat anak mampu berkata “tidak” dan menjauh dari teman yang tidak baik.
Anak yang percaya diri akan lebih mudah untuk menjauhi lingkungan negatif, karena tidak memiliki perasaan bahwa dirinya harus selalu diterima oleh semua orang.
Menurut laporan dari UNICEF, membangun kepercayaan diri pada anak sejak dini membuat mereka lebih resisten terhadap pengaruh negatif dan lebih berani menjaga nilai diri.
Mama bisa memuji anak atas pilihan sosial yang baik, seperti, “kamu hebat sudah memilih tidak ikut bermain kasar, padahal temanmu memaksa.”
Dengan cara ini, anak mama dapat merasa yakin dengan pilihannya sendiri.
7. Jadikan Mama Tempat Aman untuk Bercerita

Anak akan lebih mudah menyeleksi teman jika mereka tahu bahwa orangtuanya siap mendengarkan tanpa menghakimi.
Ciptakan rutinitas ngobrol santai setiap hari, agar anak terbiasa bercerita tentang teman-temannya.
Dilansir dari American Psychological Association (APA), anak yang memiliki komunikasi terbuka dengan orangtua cenderung lebih cakap dalam menghadapi konflik sosial dan tekanan lingkungan.
Mama bisa membiasakan diri untuk bertanya dengan lembut tentang pertemanan anak, seperti,
- “Apa yang membuatmu merasa tidak nyaman hari ini?”
- “Siapa teman yang paling kamu percaya?”
Keterbukaan semacam ini akan menjadi dasar yang kuat bagi anak untuk menilai dan memilih teman dengan sehat.
Itulah 7 cara menyeleksi teman. Yuk, Mulai tanamkan dalam diri si Anak!



















