Anak Takut Ketinggian? Kenali Penyebab dan Tanda Acrophobia

Mengalami gangguan fisik ketika berada di tempat-tempat tinggi

11 November 2021

Anak Takut Ketinggian Kenali Penyebab Tanda Acrophobia
Pixabay/Alexas_Fotos

Banyak anak-anak dan juga orang dewasa, memiliki ketakutan pada suatu hal yang mungkin dianggap tak rasional. Walau mungkin dianggap konyol, ada perbedaan antara ketakutan biasa dan fobia. 

Fobia adalah ketakutan yang berlebihan terhadap suatu objek atau situasi, ini termasuk sebagai gangguan kecemasan yang berlangsung kurang lebih selama 6 bulan.

Ada banyak fobia yang sering menyerang anak-anak, termasuk akrofobia atau acrophobia, yang merupakan rasa takut akan ketinggian. Jika anak mama menunjukkan ketakutan ketika berada di tempat tinggi, cobalah kenali tanda-tanda fobia tinggi pada anak.

Kali ini Popmama.com akan membahas informasi seputar penyebab dan tanda akrofobia, yang perlu Mama ketahui. Baca informasinya di bawah ini ya!

1. Apa itu akrofobia?

1. Apa itu akrofobia
En.wikipedia.org

Dilansir dari Medical News Today, Acrophobia adalah ketakutan yang berlebihan terhadap ketinggian. Ini termasuk sebagai kategori "fobia spesifik," karena merupakan ketakutan yang nyata dan terkait dengan situasi tertentu.

Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental atau Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) memasukkan tinggi sebagai fobia dengan "tipe lingkungan alami".

Acrophobia adalah salah satu ketakutan yang paling umum. Sebuah penelitian di tahun 2010 dalam jurnal Depression and Anxiety menyatakan bahwa 1 dari 20 orang cenderung mengalami akrofobia.

Meskipun tidak suka atau sedikit takut ketinggian adalah normal, anak dengan akrofobia memiliki ketakutan yang intens dan irasional terhadap ketinggian.

Bahkan kecemasan yang parah dapat muncul ketika anak tidak berada di tempat yang terlalu tinggi dan berada di tempat tinggi dapat memicu serangan panik.

Anak dengan acrophobia umumnya akan menghindari situasi di mana ia akan berada di tempat yang tinggi. Misalnya, menolak untuk naik elevator, pesawat, jembatan, atau balkon.

Ketakutan ini juga dapat memiliki efek mendalam pada kehidupan seseorang anak, karena dapat membatasi tujuan untuk pergi dan apa yang dapat anak lakukan.

Editors' Pick

2. Gejala akrofobia mirip dengan gangguan kecemasan lainnya

2. Gejala akrofobia mirip gangguan kecemasan lainnya
Freepik/Lev.studio.x

Menurut DSM-5, seseorang yang memiliki fobia, ketakutan biasanya bertahan selama 6 bulan atau lebih. Gejalanya mirip dengan gangguan kecemasan lainnya.

Seorang anak mungkin mengalami gejala fisik berikut saat memikirkan atau melihat tempat-tempat yang tinggi:

  • Jantung berdebar
  • Sesak napas
  • Berkeringat
  • Mulut kering
  • Mual

Tak hanya itu saja, anak dengan akrofobia juga dapat menunjukkan perilaku berikut:

  • Menghindari rencana perjalanan yang dapat membuatnya berada di tempat tinggi, seperti ke pusat perbelanjaan, naik pesawat, naik jembatan, dan lain-lain
  • Menghindari berbicara tentang ketinggian
  • Mengalami kepanikan ketika harus memikirkan berada di suatu tempat yang tinggi
  • Mengkhawatirkan rencana masa depan di mana anak mungkin menghadapi ketinggian
  • Takut terjebak di tempat yang tinggi
  • Dalam kasus yang parah, anak dapat menghindari tempat-tempat yang berpusat di sekitar ketinggian, seperti pegunungan.

3. Penyebab akrofobia bisa berkembang sebagai respon anak terhadap pengalaman traumatis

3. Penyebab akrofobia bisa berkembang sebagai respon anak terhadap pengalaman traumatis
Pixabay/jarmoluk

Dilansir dari Healthline, acrophobia terkadang berkembang sebagai respons anak terhadap pengalaman traumatis yang melibatkan ketinggian, seperti:

  • Pernah jatuh dari tempat yang tinggi
  • Melihat orang lain jatuh dari tempat tinggi
  • Mengalami serangan panik atau pengalaman negatif lainnya saat berada di tempat tinggi

Tapi fobia, termasuk akrofobia, juga bisa berkembang tanpa diketahui penyebabnya. Dalam kasus ini, genetika atau faktor lingkungan mungkin berperan.

Misalnya, anak mama mungkin lebih mungkin menderita akrofobia jika orangtua atau orang lain dalam keluarga mengalaminya. Atau anak belajar untuk takut ketinggian dari melihat perilaku Mama atau orang dewasa lainnya ketika masih berusia balita.

4. Proses diagnosa akrofobia pada anak

4. Proses diagnosa akrofobia anak
Freepik/Lev.studio.x

Fobia, termasuk akrofobia, hanya dapat didiagnosis oleh profesional kesehatan mental. Mama dapat meminta penyedia layanan kesehatan untuk merujuk ke psikiater anak-anak. Sehingga mereka dapat membantu dengan diagnosis.

Mereka kemungkinan akan mulai dengan meminta Mama untuk menjelaskan apa yang terjadi ketika anak dihadapkan pada ketinggian. Pastikan untuk menyebutkan gejala kesehatan yang Mama perhatikan serta berapa lama anak memiliki ketakutan ini.

Umumnya, akrofobia didiagnosis jika anak:

  • Aktif menghindari ketinggian
  • Menghabiskan banyak waktu mengkhawatirkan tentang menghadapi ketinggian
  • Kecemasan mulai memengaruhi kehidupan sehari-hari anak
  • Bereaksi dengan ketakutan dan kecemasan langsung ketika menghadapi ketinggian
  • Memiliki gejala ini selama lebih dari enam bulan

5. Penanganan dan perawatan anak yang mengembangkan akrofobia

5. Penanganan perawatan anak mengembangkan akrofobia
Freepik

Fobia tidak selalu membutuhkan pengobatan. Bagi sebagian anak, menghindari objek yang ditakuti relatif mudah dan tidak berdampak besar pada aktivitas sehari-hari.

Tetapi jika Mama mendapati bahwa ketakutan anak menahannya untuk melakukan hal-hal yang ia sukai atau perlu lakukan, seperti menjelajahi permainan di taman bermain, berjalan-jalan di pusat perbelanjaan, atau berwisata, perawatan dapat membantu.

Dilansir dari Healthline, ada tiga perawatan yang dapat membantu, yaitu:

Terapi paparan (exposure therapy)

Terapi paparan ini dianggap sebagai salah satu perawatan paling efektif untuk fobia spesifik. Dalam jenis terapi ini, Mama akan bekerja dengan terapis untuk secara perlahan mengekspos anak pada apa yang ia takuti.

Untuk akrofobia, anak mungkin akan memulai terapi dengan melihat gambar dari sudut pandang dalam gedung tinggi. Atau anak mungkin menonton video orang-orang yang melintasi tali, memanjat, atau melintasi jembatan sempit.

Kemudian Mama akan mempelajari teknik relaksasi untuk dapat membantu anak ketika ia sedang cemas berada di tempat tinggi.

Terapi perilaku kognitif (CBT)

CBT dapat membantu jika anak tidak merasa siap untuk mencoba terapi eksposur. Dengan terapi CBT, anak akan bekerja dengan terapis untuk menantang dan membingkai ulang pikiran negatif tentang ketinggian.

Pendekatan ini mungkin masih mencakup sedikit paparan ketinggian, tetapi ini umumnya hanya dilakukan dalam pengaturan sesi terapi yang aman.

Virtual reality

Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa ahli telah menggunakan teknik virtual reality (VR) sebagai metode potensial untuk mengobati fobia.

Pengalaman VR yang mendalam dapat memberikan paparan terhadap apa yang anak takuti, dalam proses yang aman. Menggunakan perangkat lunak komputer memberikan anak kebebasan untuk segera berhenti, jika hal-hal tersebut terasa berlebihan untuknya.

Sebuah studi 2018 melihat efek VR pada 100 orang dengan akrofobia. Beberapa peserta hanya mengalami tingkat ketidaknyamanan yang rendah selama sesi VR. Dan banyak yang melaporkan bahwa terapi VR sangat membantu.

Penulis studi tersebut juga menyimpulkan bahwa metode VR mungkin merupakan pilihan pengobatan yang mudah diakses dan terjangkau, karena dapat dilakukan di rumah jika memiliki alat-alatnya.

Nah itulah beberapa informasi seputar penyebab dan tanda Akrofobia pada anak. Acrophobia adalah salah satu fobia yang paling umum, namun tak boleh diabaikan. Jika rasa takut anak pada ketinggian sangat mengkhawatirkan, penting bagi Mama untuk segera menghubungi dokter atau terapis.

Seorang terapis dapat membantu Mama mengembangkan alat yang memungkinkan anak dalam mengatasi rasa takut dan mencegahnya memengaruhi kehidupan sehari-hari.

The Latest