Kenali, 5 Tantangan Psikososial Anak Selama Pandemi Covid-19

Anak bisa kesulitan saat kembali ke kehidupan yang normal dan sekolah mulai dilanjutkan

26 Agustus 2021

Kenali, 5 Tantangan Psikososial Anak Selama Pandemi Covid-19
Freepik/photoroyalty

Pandemi Covid-19 telah menghadirkan banyak tantangan bagi siswa, pendidik, dan orangtua. Anak-anak yang rentan pada kesehatan mental sangat dipengaruhi terhadap perubahan.

Selama satu tahun lebih, anak merasakan dampak dari sekolah ditutup, pedoman jarak fisik dan isolasi, dan perubahan tak terduga lainnya dalam hidup mereka.

Perubahan yang dialami anak-anak selama lebih dari satu tahun ini dapat menyebabkan gangguan psikososial. Apakah gangguan psikososial itu? Dan bagaimana dampak psikososial Covid-19 pada anak-anak?

Simak informasinya yang telah Popmama.com rangkum di bawah ini ya!

Apakah Gangguan Psikososial Itu?

Apakah Gangguan Psikososial Itu
Freepik

Menurut sebuah penelitian di tahun 2007 dalam jurnal Cambridge University Press, mengatakan bahwa faktor sosial merupakan faktor umum pada tingkat masyarakat manusia, yang berkaitan dengan struktur sosial dan proses sosial yang menimpa seorang individu.

Sedangkan faktor psikologis termasuk proses tingkat individu dan makna yang memengaruhi keadaan mental.

Kata-kata ini digabungkan sebagai "psikososial.", yang menjadi istilah singkat untuk kombinasi psikologis dan sosial, tetapi juga menyiratkan bahwa efek proses sosial terkadang dimediasi melalui pemahaman psikologis.

Wabah Covid-19 telah menyebar dengan cepat pada akhir Januari 2020 dan menimbulkan perhatian besar secara global. Masyarakat luas, juga termasuk anak-anak mungkin mengalami kebosanan, kekecewaan, dan lekas marah di bawah tindakan isolasi.

Dampak isolasi ini juga memberikan tantangan psikososial pada anak-anak, berikut beberapa diantaranya:

1. Munculnya hambatan pembelajaran baik dari aspek fisik maupun psikis

1. Muncul hambatan pembelajaran baik dari aspek fisik maupun psikis
Freepik

Dilansir dari laman Direktorat Sekolah Dasar, menurut Jurnal Pusat Penelitian Kebijakan Kemendikbud Tahun 2020, dalam pelaksanaan PJJ terdapat tiga masalah penting yang terjadi.

Pertama menurunnya intensitas belajar mengajar, meningkatnya kesenjangan pembelajaran, dan munculnya berbagai hambatan pembelajaran, baik dari aspek fisik maupun psikis.

Fakta masalah psikososial yang timbul, diperkuat dengan banyaknya hasil penelitian yang melaporkan pengaruh PJJ terhadap psikologis dan emosional anak. Misalnya, muncul sikap pembangkangan (negativism), agresi (aggression), dan mementingkan diri sendiri (selfishness).

Selain itu, juga muncul gangguan seperti sikap pemalu, emosi berlebihan (arogansi), keengganan untuk berinteraksi dengan siswa secara virtual dan ketergantungan berlebih kepada orangtua.

"Sistem belajar PJJ menyebabkan tingkat stres yang tinggi pada peserta didik di daerah terpencil, dan kelas besar mencapai 31,79 persen,” ujar Direktur Sekolah Dasar, Kemendikbudristek, Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd secara virtual dalam kegiatan Rapat Koordinasi Program Kejar Mutu SD 2021, Jumat, 9 Juli 2021.

Editors' Pick

2. Timbul perasaan tidak aman dan mudah takut terkena penyakit

2. Timbul perasaan tidak aman mudah takut terkena penyakit
freepik/drobotdean

Tidak dapat dipungkiri, bahwa pandemi Covid-19 membuat anak-anak hingga orang dewasa merasakan dampak psikososial. Misalnya merasa bosan karena harus lebih banyak beraktifitas di rumah, khawatir tertinggal materi pelajaran, timbul perasaan tidak aman dengan adanya pemberitaan di media.

Selain itu, anak juga mudah merasa takut karena terkena penyakit, merindukan teman-teman sekolah dan guru, hingga khawatir tentang penghasilan orangtua. 

Tak hanya itu, menurut Jurnal Pusat Penelitian Kebijakan Kemendikbud Tahun 2020, sebanyak 17 persen orangtua mengalami kesulitan dalam pengendalian emosi. yang menyebabkan 8 persen lebih memaksa anak, serta 4 persen lainnya melakukan kekerasan terhadap anak.

3. Anak dengan kebutuhan kesehatan mental, mengalami kurangnya akses ke sumber daya

3. Anak kebutuhan kesehatan mental, mengalami kurang akses ke sumber daya
Pexels/Pixabay

Penutupan sekolah selama lebih dari satu tahun membawa anak-anak dan remaja dengan kebutuhan kesehatan mental kekurangan akses ke sumber daya yang biasanya mereka miliki melalui sekolah.

Dalam sebuah survei oleh badan amal kesehatan mental YoungMinds, yang melibatkan 2.111 peserta hingga usia 25 tahun dengan riwayat penyakit mental di Inggris, 83 persen mengatakan pandemi telah memperburuk kondisi mereka.

26 persen mengatakan mereka tidak dapat mengakses dukungan kesehatan mental; kelompok dukungan sebaya dan layanan tatap muka telah dibatalkan, dan dukungan melalui telepon atau online dapat menjadi tantangan bagi beberapa anak muda.

4. Kesulitan yang cukup besar untuk menyesuaikan diri kembali ke kehidupan normal

4. Kesulitan cukup besar menyesuaikan diri kembali ke kehidupan normal
Freepik/gpointstudio

Rutinitas sekolah adalah mekanisme koping penting bagi anak sekolah. Ketika sekolah ditutup, mereka kehilangan jangkar dalam hidup dan gejalanya bisa muncul dan kambuh.

“Pergi ke sekolah telah menjadi perjuangan bagi [beberapa anak dengan depresi] sebelum pandemi, tetapi setidaknya mereka memiliki rutinitas sekolah yang harus dipatuhi”, kata Zanonia Chiu, seorang psikolog klinis terdaftar yang bekerja dengan anak-anak dan remaja di Hong Kong.

Chiu menambahkan, ketika sekolah ditutup, beberapa anak kini mengunci diri di dalam kamar mereka selama berminggu-minggu, menolak untuk mandi, makan, atau meninggalkan tempat tidur mereka.

Sedangkan, untuk beberapa anak yang mengalami kecemasan dan depresi, akan ada kesulitan yang cukup besar untuk menyesuaikan diri kembali ke kehidupan normal ketika sekolah dilanjutkan.

5. Anak dengan gangguan autisme bisa menjadi lebih frustasi dan pemarah

5. Anak gangguan autisme bisa menjadi lebih frustasi pemarah
Freepik/freepik

Sedangkan, anak-anak dengan kebutuhan pendidikan khusus, seperti mereka dengan gangguan spektrum autisme, juga berisiko. Mereka bisa menjadi frustrasi dan pemarah ketika rutinitas sehari-hari mereka terganggu, kata psikiater Chi-Hung Au dari University of Hong Kong, Hong Kong, China. 

Ia menyarankan orangtua untuk membuat jadwal untuk anak-anak mereka agar dapat mengurangi kecemasan yang disebabkan oleh ketidakpastian.

Dengan dihentikannya sesi terapi wicara dan kelompok keterampilan sosial, ia memperingatkan bahwa ini bisa menghambat kemajuan, dan anak-anak berkebutuhan khusus mungkin kehilangan kesempatan mereka untuk mengembangkan keterampilan penting.

Pendampingan dan dukungan orangtua sangat penting untuk membantu anak dalam menghadapi tantangan psikososial yang terjadi selama masa pandemi ini. Masalah psikososial, seperti masalah perilaku, emosional, dan pendidikan, sangat umum di antara anak dan ini dapat sangat mengganggu fungsi sehari-hari.

Sayangnya, hanya sebagian kecil dari anak-anak dengan masalah seperti itu yang menerima perawatan kesehatan mental. Kenali masalah yang anak miliki dengan mendampingi anak, banyak berdiskusi, hingga tidak ragu mengajak anak berkonsultasi dengan ahli.

Bacajuga:

The Latest