Kronologi Anak SD di Riau Jadi Korban Perundungan hingga Tewas

- KB mengalami sakit dan demam sejak 19 Mei 2025, setelah dianiaya oleh teman-temannya di sekolah.
- Korban mengaku ditendang dan dipukuli oleh empat orang temannya, serta menerima ejekan berbau SARA.
- Kondisi korban semakin memburuk meskipun telah menjalani pengobatan tradisional, hingga akhirnya meninggal dunia karena infeksi sistemik akut akibat pecahnya usus buntu.
Seorang anak berusia delapan tahun di Riau diduga menjadi korban peruntungan oleh teman-teman sekolahnya. Mirisnya, aksi perundungan tersebut berujung pada korban yang meninggal dunia pada 26 Mei 2025 akibat luka pada ususnya.
Fredrik Pinakunary selaku kuasa hukum keluarga korban mengatakan bahwa korban duduk di kelas dua Sekolah Dasar (SD). Sebelum menghembuskan napas terakhir, korban mengaku sempat dipukuli dan ditendang oleh empat temannya.
Berikut Popmama.com siap membahas lebih lanjut kronologi anak SD di Riau jadi korban perundungan hingga tewas.
1. Awalnya korban mengalami sakit di bagian bawah perut hingga demam

Saat menggelar konferensi pers yang digelar secara hybrid dari Riau, pada Sabtu (7/6/2025), Gimson selaku papa dari korban mengungkapkan kronologi lengkap kasus ini.
“Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa. Saya, orang tua dari KB (korban), ingin menceritakan semuanya. Anakku ini sehat, tidak pernah sakit, aktif, ceria. Tapi sejak tanggal 19 Mei, hidup kami berubah,” ujar Gimson dengan suara bergetar.
Diceritakan pada 19 Mei 2025, tepatnya sepulang sekolah, KB terlihat lemas. Ketika ditanya oleh sang Papa, KB mengaku sakit di bagian bawah perutnya. Namun, ketika ditanya lebih lanjut, KB enggan bercerita.
“Saya tanya, kau kenapa, Nak? Dia bilang, ‘Sakit di bawah pusarku, Pak,’” ucap Gimson.
Saat malam hari, KB demam dan hanya terbaring di atas tempat tidur. Keesokan harinya, kondisi KB semakin melemah. Ia yang dikenal ceria tak lagi bermain bersama adiknya. KB kerap mengeluh sambil memegang perutnya.
2. Korban mengaku ditendang dan dipukul oleh empat orang temannya

Berdasarkan keterangan salah satu orangtua murid, Mama Rio, Gimson mengetahui bahwa anaknya sempat dipukuli oleh teman-teman sekolahnya berinisial H, J, D, dan R yang merupakan siswa kelas 5 dan 6 SD.
Pada 23 Mei 2025 dini hari, sekitar pukul 04.00, KB akhirnya mengaku kepada papanya bahwa dirinya menjadi korban perundungan dan penganiayaan fisik oleh teman-teman di sekolah.
“Pak, aku ditendang dan dipukul. Gara-gara aku dibully,” kata KB lirih.
Tak hanya itu, KB juga mengungkapkan ejekan berbau SARA yang diterimanya diduga menjadi faktor pemicu perundungan berulang terhadap dirinya.
3. Pelaku D mengaku hanya memukul pinggang dan punggung saja

Tak terima, Gimson dan istrinya segera mendatangi sekolah untuk meminta kejelasan serta pertanggung jawaban. Pada kunjungan pertama, keduanya hanya bertemu wali kelas lantaran kepala sekolah tidak masuk.
Mereka diminta datang kembali keesokan harinya. Ketika kembali ke sekolah, Gimson dan istri bertemu kepala sekolah dan menyampaikan kronologi yang disampaikan KB. Kala itu, pihak sekolah belum memanggil orangtua pelaku dan hanya memberi nasihat kepada para siswa yang terlibat.
Salah satu pelaku, D, mengaku sempat memukul KB karena merasa diejek. Namun, D hanya mengaku memukul KB di bagian punggung dan pinggang saja. Padahal, mulanya KB mengaku bagian perutnya menjadi sasaran tendangan dan pukulan.
4. Sejumlah pelaku mengakui aksinya

Papa dari pelaku sempat mendatangi rumah H, salah satu pelaku lainnya. Mereka membawa KB ke tukang urut yang dikenal keluarga H. Pengobatan alternatif dilakukan dengan harapan KB bisa pulih.
“Sebenarnya itu bentuk tanggung jawab mereka juga, karena anaknya yang mukul. Kami terima karena berharap anak kami bisa sembuh,” ujar Gimson.
Kemudian, terduga pelaku J awalnya mengatakan hanya memukul punggung KB. Namun, KB langsung menimpali bahwa dirinya ditendang di area perut. Pada akhirnya, J mengaku menendang KB saat berada di musala.
Sedangkan, pelaku R juga mengaku telah memukul KB di bagian belakang lantaran menyangka KB mengganggu temannya, H.
5. Kondisi korban semakin memburuk meski telah menjalani pengobatan tradisional

Meskipun telah mendapatkan pengobatan tradisional berupa pijat, kondisi KB terus memburuk. Tubuhnya semakin lemah dan wajahnya tampak pucat.
Pada Minggu (25/5/2025) siang, Gimson membawa anaknya ke Klinik Muhija. Namun, saat itu dokter spesialis tidak tersedia. Ketika sedang menunggu giliran, KB tiba-tiba muntah cairan yang bercampur dengan darah kental.
Pada pukul 15.00 WIB, KB dipindahkan ke Klinik Umi dan langsung mendapatkan penanganan berupa infus. Dokter yang menangani sempat bertanya apakah korban mengalami kekerasan fisik. Namun, kondisi KB terus menurun.
Sekitar pukul 22.30 WIB, KB mengalami kejang hebat dan bola matanya mulai terbalik ke atas.
“Saya tampar-tampar dia supaya sadar. Saya panggil dokter, saya teriak, ‘Bu, anak saya, Bu, tolong!’” kenang Gimson dengan penuh kesedihan.
Tepat pukul 00.30 dini hari, dokter menyarankan agar orangtua KB segera merujuk anaknya ke rumah sakit di Pekanbaru. Namun, ketika hendak dibawa dengan ambulans, kondisi KB sudah dalam keadaan kritis.
“Matanya sudah terbalik-balik. Saya sendiri yang mengangkat dia dari lantai dua ke bawah untuk dimasukkan ke ambulans. Tapi semua sudah terlambat,” ucap Gimson dengan nada pilu.
6. Papa korban menuntut keadilan

Gimson sangat menyayangkan lambatnya respon pihak sekolah maupun orangtua para pelaku. Menurutnya, jika saja anaknya langsung dibawa ke dokter setelah kejadian, kemungkinan besar nyawanya masih bisa diselamatkan.
“Kalau saja waktu itu, ketika anak saya mengaku sakit karena dipukul, ada guru atau orang tua pelaku yang bilang, ‘Ayo kita bawa berobat dulu, Bang,’ mungkin anak saya masih hidup. Tapi tidak ada,” ucapnya lirih.
7. Hasil autopsi dan proses hukum

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Riau, Kombes Asep Darmawan, dalam konferensi pers pada Rabu (4/6/2025), mengungkapkan hasil autopsi yang dilakukan Tim Forensik Polda Riau dipimpin oleh AKBP Supriyanto dan dr. Muhammad Tagar Indrayana.
Berdasarkan hasil pemeriksaan luar dan dalam, ditemukan memar pada bagian perut dan paha, serta adanya resapan darah pada jaringan lemak di sisi kiri perut. Luka-luka tersebut diduga kuat akibat benturan dengan benda tumpul.
Kendati demikian, penyebab utama kematian KB disimpulkan sebagai infeksi sistemik akut akibat pecahnya usus buntu (appendiks).
Namun, penyebab utama kematian disimpulkan sebagai infeksi sistemik akut akibat pecahnya usus buntu (appendiks).
“Luka-luka tersebut diduga diakibatkan oleh benturan benda tumpul. Namun penyebab utama kematian disimpulkan berasal dari infeksi sistemik akibat pecahnya usus buntu,” ujar Asep.
Meskipun begitu, Gimson selaku papa korban tetap meyakini bahwa kekerasan fisik yang dialami anaknya memperparah kondisi kesehatannya hingga akhirnya meninggal dunia.
Gimson berharap agar proses hukum terus berjalan dan pihak-pihak yang bertanggung jawab mendapatkan sanksi yang sepadan. Ia juga menegaskan pentingnya mencegah agar kejadian serupa tidak terulang di lingkungan sekolah.
Gimson turut mengingatkan bahwa sekolah semestinya menjadi tempat yang aman bagi anak-anak, bukan tempat yang justru menumbuhkan budaya perundungan hingga menimbulkan korban jiwa.
Demikian informasi seputar kronologi anak SD di Riau jadi korban perundungan hingga tewas. Bagaimana menurut pendapat Mama?