Mengenal Anomali yang Viral di Gen Alpha, Lucu atau Perlu Diawasi?

Belakangan ini, media sosial diramaikan oleh tren humor absurd bernama "Italian Brainrot" atau yang biasa disebut anomali.
Terbuat dari karakter fiktif yang absurd, seperti "Tung Tung Sahur" atau "Ballerina Capucina", ternyata anomali ini justru menjadi hiburan tersendiri bagi anak-anak, khususnya gen alpha.
Meski memicu tawa anak, tren ini juga menimbulkan tanda tanya bagi orangtua, "kenapa sih anak begitu tertarik dengan konten absurd ini?"
Melihat tren ini yang kian marak diikuti anak-anak, Saskhya Aulia Prima, M.Psi, seorang psikolog dan edukator yang kerap berbagi edukasi di Instagram pribadinya itu pun turut menjelaskan mengapa anak-anak suka dengan konten anomali yang viral di TikTok.
Berikut akan Popmama.com rangkumkan informasi selengkapnya.
1. Apa itu anomali yang viral di TikTok?

Belakangan ini, TikTok kembali diramaikan oleh tren yang disebut "Anomali" atau sebuah genre konten absurd yang menampilkan karakter-karakter fiktif hasil kreasi AI dengan visual abstrak dan suara khas.
Berbeda dengan tren yang biasanya diikuti berupa gerakan tarian, tren ini justru membuat banyak anak tertawa karena karakter dan nama-nama anomali yang unik.
Nah, anomali yang berasal dari Italian Brainrot ini merupakan penggabungan AI, di mana para kreator menggabungkan bentuk hewan aneh, nama-nama nyeleneh, dan narasi tidak masuk akal untuk menciptakan humor yang menggelitik khususnya bagi gen alpha dan gen Z.
Beberapa contoh anomali brainrot yang populer di TikTok di antaranya Tung Tung Sahur, Ballerina Capucina, Bombardino Crocodilo, Chimpanzini Bananini, dan masih banyak jenis anomali lainnya.
2. Alasan di balik ketertarikan gen alpha pada tren anomali brainrot

Bagi sebagian orang dewasa, melihat bentuk abstrak dari tren anomali yang viral di TikTok mungkin membuat sedikit bertanya-tanya, kenapa bentuk abstrak ini justru membuat banyak anak tertawa?
Menjawab kebingungan para orang dewasa, terutama orangtua, Saskhya sebagai seorang psikolog yang kerap berbagi edukasi di media sosial itu pun menjelaskannya menurut study yang ia ketahui.
Dalam video terbarunya, Saskhya menjelaskan bahwa dalam study ketertarikan anak terhadap humor abstrak ternyata dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tahap kognitif dan pengaruh digital natives.
"Menurut study, anak-anak di bawah usia 14 tahun alias para gen alpha memang cenderung suka humor yang bersifat visual. Mereka emang lebih tertarik sama stimulus yang simple dan gampang dipahami," ujar Saskhya dalam penjelasannya di video yang baru saja diunggahnya.
Jika di usia balita anak-anak biasanya akan lebih menganggap ekspresi dan tingkah konyol berlebihan itu sebagai hal yang lucu, sampai membuat mereka tertawa. Lain ceritanya oleh anak usia 7 tahun ke atas yang mulai appreciate bentuk-bentuk humor yang punya ambiguitas bahasa, seperti anomali di TikTok.
Selain kognitif sesuai usia anak, genl alpha sendiri adalah anak yang besar di era digital sehingga secara tidak langsung mereka lebih banyak terpapar algoritma media sosial yang mendorong konten repetitif.
Studi Common Sense Media (2024) menunjukkan, 67% anak usia 9-12 tahun lebih sering tertawa pada meme singkat dibanding cerita lucu konvensional. Nggak heran ya, jika konten anomali abstrak yang viral di TikTok pun menjadi hal yang lucu bagi anak.
3. Perlukah konten ini diwaspadai orangtua?
Dalam video yang dibagikannya, Saskhya menyebutkan bahwa jika tren anomali yang viral di TikTok ini masih diikuti anak dalam batas wajar, hal ini tak jadi masalah, Ma.
Hanya saja, perlu tetap adanya pendampingan dari orangtua agar konten-konten yang abstrak ini tetap bisa memberikan edukasi tersendiri bagi anak.
"Memang sebenarnya selama terkena paparan konten-konten seperti ini masih dalam batas wajar, ya sebenarnya nggak apa ya. Asal sangat perlu pendampingan untuk tau nih tiap karakter tuh sejarahnya apa," sambungnya menjelaskan.
Selain itu, karena narasi dari setiap anomali yang abstrak dan bebas, tentunya hal ini perlu banget pengawasan, Ma. Menurut Saskhya, hal ini karena nggak semua cerita itu sesuai buat usia anak kita.
Sambil mendampingi anak, Mama juga bisa mengajak anak untuk berpikir kritis. Misalnya sembari bertanya, "Kenapa bentuk seperti ini buat kamu lucu?" Pertanyaan seperti ini bisa melatih kesadaran akan konten yang dikonsumsi.
Dari unggahan yang dibagikan Saskhya mengenai penjelasan anomali viral di TikTok, banyak para orangtua merasa terbantu dengan penjelasan terkait adanya tahap kognitif anak yang memengaruhi tren anomali menjadi hal yang lucu bagi anak.
Banyak dari orangtua berkomentar bahwa dengan memahami hal ini, mereka sebagai orangtua jadi lebih mudah mengarahkan anak agar tetap dalam batasan wajar dalam mengikuti suatu tren.
Semoga informasi di atas bermanfaat dan bisa menambah wawasan kita sebagai orangtua dalam mendampingi anak-anak di era digital ini ya, Ma.