Penampilan Choir Cikal Serpong di Popmama Education Day

Pada acara Popmama Education Day yang berlangsung di The Plaza (17/05/2025) kemarin, sebanyak 37 siswa Sekolah Cikal Serpong yang tergabung dalam klub paduan suara Choir Cikal Serpong menampilkan dua lagu istimewa: Akatonbo (The Red Dragonfly), lagu rakyat Jepang yang dibawakan dalam dua bahasa, serta Sukacita, salah satu lagu anak-anak dari A.T. Mahmud.
Penampilan tersebut dipandu oleh tiga orang pelatih yang juga turut mendampingi di atas panggung. Raden Sita Budiarti Wahyu Purwaningrum atau Sita berperan sebagai pelatih utama, Ayura sebagai koreografer, dan Anastasia Paramita atau Mita sebagai asisten pelatih yang membantu pemanasan vokal dan koordinasi teknis.
Penampilan ini juga disaksikan langsung oleh para orang tua siswa, yang dengan antusias memberikan dukungan dari bangku penonton.
Didirikan pada tahun 2022, Choir Cikal Serpong telah menorehkan berbagai prestasi di kompetisi lokal maupun internasional. Terbaru, mereka berhasil meraih Silver Award Level 4 pada ajang Penabur International Choir Festival (PICF) 2024, sebuah kompetisi bergengsi yang diikuti oleh 5.038 peserta dari 126 tim paduan suara se-Indonesia dan negara-negara ASEAN, termasuk Filipina.
Di usia yang masih sangat muda, capaian Choir Cikal Serpong tentu memunculkan rasa penasaran: apa rahasia di balik keberhasilan mereka? Bagaimana Sekolah Cikal mengasah kecerdasan bermusik anak melalui paduan suara ini? Simak artikel khusus dari Popmama.com berikut ini untuk mengetahui lebih dalam!
Menghidupkan Lagu Anak yang Tak Lagi Disorot

Lagu yang dibawakan oleh Choir Cikal Serpong pada acara kemarin terdiri dari dua lagu, yaitu The Red Dragonfly (Akatonbo) yang telah dimodifikasi dengan menggunakan kombinasi bahasa Jepang dan Inggris, serta Sukacita karya A.T. Mahmud.
Pemilihan lagu-lagu ini memiliki alasan khusus yang diungkapkan oleh Sita, pelatih utama Choir Cikal. Menurutnya, pemilihan lagu ini bertujuan untuk menghidupkan kembali lagu-lagu anak Indonesia yang sudah lama terlupakan dan jarang dinyanyikan lagi.
“Saya suka menggunakan lagu anak-anak Indonesia yang sudah lama tidak terdengar. Misi saya adalah menghidupkan lagu-lagu tersebut kembali. Mengapa anak-anak harus selalu diminta menyanyi lagu orang dewasa?” ujar Sita.
Selain itu, pemilihan lagu dengan bahasa asing memberikan tantangan tersendiri bagi anak-anak, karena mereka tidak hanya belajar melodi, tetapi juga memahami makna di balik liriknya.
Pendekatan ini melatih mereka untuk lebih kritis dalam menganalisis lirik sebagai karya sastra, serta perasaan yang disampaikan melalui nadanya. Hal ini dibuktikan oleh salah satu siswa Choir Cikal, Althea, dari kelas 6, yang mengungkapkan tantangan yang dihadapinya ketika mempelajari lagu tersebut.
“One song was difficult for me because I could not get the references anywhere. So I had to mandatory teach myself in order to understand that,” kata Althea.
Dengan pendekatan seperti ini, anak-anak tidak hanya mengembangkan kemampuan bernyanyi, tetapi juga keterampilan berpikir kritis yang dibawanya.
Tanamkan Kepercayaan Diri pada Anak

Bagaimana Choir Cikal menanamkan kepercayaan diri pada anak-anak? Menurut Anastasia Paramita sebagai asisten pelatih, kuncinya terletak pada pembiasaan dan penanaman nilai disiplin sejak awal.
“Setiap anak pasti punya rasa takut saat mencoba hal baru. Stage fright itu karakter yang dimiliki semua orang, hanya saja penyebabnya berbeda-beda. Ada yang takut salah, takut tidak bisa tampil maksimal, tapi ada juga yang justru terlalu bersemangat hingga jadi makin gugup. Nah, semua itu harus dikeluarkan pelan-pelan,” jelas Mita.
Anak-anak, menurutnya, justru lebih mudah dilatih untuk percaya diri karena mereka belum terlalu terbebani oleh pikiran yang kompleks. Salah satu cara paling efektif adalah dengan membiasakan mereka tampil di atas panggung.
“Jadi meskipun salah, tidak apa-apa. Yang penting adalah menanamkan nilai bahwa saat tampil, kita berusaha memberikan yang terbaik,” tambahnya.
Mita juga menambahkan bahwa paduan suara bisa menjadi jembatan bagi anak-anak yang kelak ingin tampil solo.
Dengan sering tampil dan mengikuti lomba, anak akan terlatih untuk mengatas demam panggungnya secara perlahan, dari yang awalnya tampil berkelompok, kemudian berani untuk tampil sendiri.
“Asalkan dilatih dengan sering naik tampil dan lomba,” ungkap Mita.
Hal ini sejalan dengan pengalaman salah satu anggota Choir Cikal, Kay, siswa kelas 4 Sekolah Cikal.
“At first, I was panicking, ‘What do I have to do? I forgot what I’ve to do.’ But now, since I know my friends and realized we’re performing together, I feel I wasn’t alone. I have friends who share the same feelings,” ungkap Kay.
Melatih Memori untuk Memahami Nada

Dalam proses latihan paduan suara, kemampuan mengingat (memorizing) menjadi kunci penting, terutama bagi anak-anak yang belum terbiasa membaca notasi musik.
Sita menjelaskan bahwa pendekatan yang mereka gunakan untuk latihan adalah metode mirroring, yaitu memberikan contoh suara per sequence yang kemudian diikuti oleh anak-anak.
“Biasanya kami ulangi terus sampai mereka bisa menangkap standar suara yang diinginkan,” ujarnya.
Kesulitan akan semakin terasa ketika anak-anak diminta menyanyi dalam dua suara. Untuk mengatasi hal ini, tim pelatih membagi kelompok, misalnya suara satu dilatih oleh Sita, dan suara dua oleh Mita.
“Anak-anak diminta untuk menghafal satu bagian sequence terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke bagian berikutnya. Kalau seperti itu, prosesnya jadi jauh lebih mudah dipahami,” tambah Mita.
Meskipun ada anak-anak yang sudah bisa membaca notasi, mayoritas anggota paduan suara belum tentu memiliki kemampuan tersebut.
Karena itu, metode berbasis memori dan pengulangan menjadi teknik utama yang digunakan untuk melatih ketepatan nada dan kekompakan suara dalam paduan suara anak.
Disiplin sebagai Kunci Satukan Karakter yang Berbeda-beda

Dalam paduan suara, disiplin bukan sekadar soal hadir tepat waktu atau mengikuti instruksi, tetapi juga menjadi nilai utama yang menyatukan berbagai karakter anak yang berbeda-beda.
Ayura, koreografer Choir Cikal, menekankan bahwa disiplin adalah fondasi agar anak-anak bisa bekerja sama secara harmonis.
“Kami selalu tekankan bahwa dalam paduan suara, tidak boleh menonjolkan suara sendiri. Justru di sini anak-anak belajar menahan ego, mendengarkan teman-temannya, dan menyesuaikan volume suara agar seimbang,” jelasnya.
Melalui proses ini, anak-anak dilatih untuk tidak hanya disiplin, tetapi juga bertoleransi dan peka terhadap dinamika kelompok. Mereka belajar bahwa untuk menciptakan harmonisasi yang ‘pulen’; menyatu dan enak didengar, dibutuhkan keselarasan.
“Kalau keras, ya keras bareng. Kalau lembut, ya lembut bareng,” tambahnya.
Ingin Mengikuti Lebih Banyak Kompetisi Internasional

Memasuki tahun ketiga Choir Cikal, Ayura mengungkapkan bahwa pihaknya menargetkan klub ini bisa berpartisipasi dalam banyak kompetisi bertaraf internasional.
“Sekarang lagi jangkau kompetisi yang ada di dalam negeri tapi skalanya internasional. Lomba choir di dalam negeri sebenarnya tidak banyak, tapi sekali ada skalanya besar juga. Harapannya kalau bisa juga sampai ikut folklore ke luar negeri juga gitu, ya,” ujar Ayura.
Bagaimanapun, Ayura juga menambahkan bahwa mereka ingin Choir Cikal tetap bisa memperkenalkan seni paduan suara yang menyenangkan bagi anak.
Latihan dibuat tetap menyenangkan dengan melibatkan aktivitas bermain dan berlari-larian, misalnya, namun tetap memperhatikan kestabilan vokal saat anak-anak bergerak.
“Nyanyi sambil main. Misal kalau kita pemanasan menyanyi Ular Naga, kita lakukan sambil bermain, tapi tetap menstabilkan suara mereka. Gerak-gerak tetapi vokal bernyanyinya harus tetap stabil. Metode ini bisa membuat mereka senang, sekaligus tidak meninggalkan esensi latihan vokal itu sendiri,” jelasnya.
Beberapa Tantangan Melatih Paduan Suara

Melatih paduan suara anak bukanlah perkara mudah, terlebih ketika banyak dari mereka juga memiliki bakat lain, seperti menari.
Hal ini diungkapkan oleh Ayura, koreografer Choir Cikal, yang menyebutkan bahwa tantangan utama terletak pada bagaimana menyeimbangkan kemampuan menari dengan vokal.
“Beberapa anak ini multitalenta. Mereka juga dancer, jadi tantangannya adalah bagaimana membuat kemampuan itu selaras dengan nyanyiannya,” ujarnya.
Menurut Ayura, koreografi dalam paduan suara bukanlah pertunjukan utama, melainkan pelengkap dari vokal. Oleh karena itu, anak-anak harus tetap mengutamakan kontrol suara, meskipun mereka juga harus bergerak di atas panggung.
“Jangan sampai karena terlalu fokus pada koreografi, nyanyiannya justru terganggu. Vokal tetap yang utama,” tegasnya.
Untuk menciptakan koreografi yang mendukung penampilan, Ayura selalu memulai dengan memahami lagu secara menyeluruh: dari menerjemahkan lirik, mencari makna, hingga melakukan riset mendalam.
Koreografi disusun berdasarkan interpretasi terhadap isi lagu, termasuk gerakan-gerakan sederhana seperti blocking dan perpindahan posisi.
“Buat saya pribadi, nyanyi sambil gerak pun masih jadi tantangan, jadi sebelum mengajarkan ke anak-anak, saya juga harus betul-betul paham dulu: lagu ini tentang apa, makna liriknya apa, dan gerakan apa yang bisa menggambarkan itu,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa sikap tubuh pun merupakan bagian dari koreografi. Bahkan saat anak-anak harus diam dan hanya bernyanyi, itu tetap menuntut konsentrasi tinggi.
“Fokus menyanyi tanpa banyak gerak saja sudah tantangan. Apalagi kalau ditambah gerakan berbeda antar anak, dengan pola berpindah yang rumit. Itu sudah jadi tahap berikutnya, tantangan berikutnya untuk kompetisi selanjutnya,” tambahnya.
Menurut Ayura, koreografi bukan hanya soal visualisasi, tapi juga membawa suasana dari lagu agar pesan yang disampaikan bisa terasa lebih kuat. Terlebih, lagu-lagu yang dibawakan Choir Cikal kadang kala bukan lagu populer yang familiar di telinga anak-anak.
Oleh karena itu, proses memahami dan menghayati makna lagu menjadi bagian penting dalam latihan mereka.
Pentingnya Partisipasi Orangtua

Partisipasi orangtua tentu memegang peranan penting dalam perjalanan anak-anak di Choir Cikal Serpong. Dukungan mereka tidak hanya terlihat dari keikutsertaan dalam menyaksikan penampilan dan lomba, tetapi juga dari apresiasi yang mereka berikan kepada anak-anak.
Hal ini dirasakan langsung oleh Sheeta, salah satu anggota Choir Cikal dari kelas 6, yang mengaku bahwa dorongan dari orang tuanya menjadi alasan utama ia berani bergabung.
“If my parents didn’t give me support, I wouldn’t be joining the choir in the first place. I’m kinda shy as a person, so being here is something I wouldn’t do by myself. They praise me, I like praise, I like the compliments. I can flex to them if I win a competition,” ujar Sheeta dengan jujur.
Pengakuan Sheeta ini menunjukkan bahwa apresiasi orang tua, sekecil apa pun bentuknya, mampu menjadi motivasi besar bagi anak untuk terus berkembang dan percaya diri dalam mengekspresikan dirinya.
Nah, Ma, itulah dia cerita Choir Cikal Serpong dalam mengasah kecerdasan bermusik anak melalui paduan suara. Ternyata selain kepercayaan diri, banyak, ya, yang bisa dilatih dari paduan suara!