Bolehkah Sebutan "Autis" Digunakan dalam Candaan Sehari-hari?

Meledek orang dengan sebutan "orang autis" bukanlah hal yang pantas dilakukan, baca penjelasannya ya

22 Mei 2022

Bolehkah Sebutan "Autis" Digunakan dalam Candaan Sehari-hari
Pexels/Mary Taylor

Dalam keseharian, candaan bisa membuat suasana yang tegang menjadi lebih cair. Mama mungkin pernah mendengar candaan yang membawa kondisi kesehatan seseorang. Menyebut orang yang asyik dengan kegiatannya dengan istilah "autis", misalnya. 

Penyebutan tersebut mungkin terdengar lucu bagi sebagian orang. Tetapi, apakah sebutan "autis" dalam candaan sehari-hari itu boleh digunakan?

Baik orang dewasa ataupun remaja, kadang ada yang melakukan hal ini. Sopankah denikian?

Kali ini Popmama.com akan mengulasnya sebagai hal umum yang penting diketahui!

1. Bolehkah sebutan autis dipakai dalam candaan sehari-hari?

1. Bolehkah sebutan autis dipakai dalam candaan sehari-hari
Pexels/RODNAE Productions

Dalam pergaulan sehari-hari, terkadang orang merujuk pada kondisi kesehatan tertentu sebagai bahan candaan.

Banyak orang, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, menyebut orang lain "autis" ketika orang tersebut menunjukkan perilaku yang sibuk dengan dunianya sendiri atau ketika sulit diajak berkomunikasi. 

Autis, atau autisme, merupakan kondisi khusus dalam perkembangan saraf seseorang yang menyebabkan gangguan dalam berperilaku dan berinteraksi sosial.

Di masyarakat, penderita autisme masih lekat dengan stigma negatif, bahkan dianggap sebagai orang dengan gangguan jiwa. 

Tentu saja kondisi orang dengan autisme bukanlah hal yang patut dianggap sebagai candaan.

Stigma negatif yang melekat, ditambah dengan istilah yang dipakai sebagai bahan candaan untuk meledek orang lain, berdampak pada penyandang autisme itu sendiri maupun keluarga.

Selain itu, menyebut orang yang normal sebagai "autis" adalah bentuk ketidakpedulian dan hilangnya empati terhadap penderita yang sebenar-benarnya.

Editors' Pick

2. Apa yang orang pikirkan tentang autisme?

2. Apa orang pikirkan tentang autisme
Freepik/Sewcream

Di masyarakat sendiri, banyak orang mengkotak-kotakkan kondisi penderita autisme sebagai penderita tingkat berat dan penderita tingkat ringan.

Penderita tingkat berat adalah penderita yang dianggap tidak mampu melakukan apa-apa. Sebaliknya, penderita autisme ringan dianggap tidak terlalu parah sehingga tidak memerlukan dukungan dan terapi. 

Pada kenyataannya, semua penderita autisme berada dalam spektrum yang berbeda-beda.

Sebab itulah, tiap orang dengan autisme memiliki hambatan dan kelebihan yang berbeda-beda, sesuai dengan karakteristiknya.

Antara satu penderita dengan penderita lainnya, memiliki keunikannya masing-masing. 

3. Penanganan yang berbeda-beda

3. Penanganan berbeda-beda
Flickr/153278281@N07

Dengan hambatan dan kelebihan yang berbeda-beda, faktanya terapi dan penanganan untuk tiap-tiap individu dengan autisme ini akan berbeda pula, Ma. 

Tiap bentuk pendidikan maupun terapi bagi orang dengan autisme dirancang khusus sesuai dengan keunikan profil mereka masing-masing.

Begitu pula dengan memerhatikan progres tiap individu dengab autisme, maka rancangan pendidikan dan terapi pun diterapkan sesuai dengan perubahan tiap orangnya. 

4. Anak dengan autisme tidak bodoh

4. Anak autisme tidak bodoh
Freepik/pch.vector

Stigma negatif masyarakat tentang orang dengan kondisi autisme yang umumnya dibuat sebagai candaan adalah mereka orang yang bodoh, tidak waras, keterbelakangan mental, dan lain-lain.

Padahal penderita autisme tidaklah seperti itu. 

Orang dengan autisme memproses informasi dengan cara berpikir yang unik. Meskipun adanya gangguan pada koneksi bagian-bagian otaknya, namun mereka umumnya punya daya ingat yang hebat.

Orang autis itu mampu mengingat informasi dengan sangat detail. Namun, mereka mengalami kesulitan memproses emosinya, seperti senang, sedih, atau marah. Inilah yang membuat orang dengan autisme punya cara yang unik dalam berelasi dengan orang lain.

5. Autisme bukanlah candaan

5. Autisme bukanlah candaan
Freepik/Pressfoto

Berbagai upaya dilakukan masyarakat untuk menghapus stigma negatif penderita autisme. Misalnya kampanye "autism is not a joke" atau autisme bukanlah candaan.

Kampanye-kampanye ini mengajak masyarakat untuk berhenti menggunakan istilah autisme sebagai candaan dan lucu-lucuan. 

Penderita autisme menjalani kesehariannya dengan penuh perjuangan. Mengolok mereka yang normal atau pun penderita autisme sendiri merupakan sebuah ketidakpedulian yang menyakitkan. Akibat yang ditimbulkan pun bisa begitu mendalam bagi psikis penderita autisme dan keluarganya. 

Selain itu, menormalisasi candaan autisme membuat pandangan masyarakat secara umum semakin buruk dan menyudutkan penderita autisme. 

Yuk, kita mulai lebih sensitif dan berempati terhadap kondisi orang lain. Becandalah pada tempat, situasi, dan kondisi yang tepat, tanpa menyudutkan gangguan kesehatan fisik maupun mental orang lain.

Semoga artikel ini dapat memberikan wawasan ya, Ma. Ajarkan juga pada anak-anak untuk tidak menjadikan sebutan "orang autis" pada setiap candaan mereka bersama temannya.

Baca juga:

The Latest