3 Hal yang Harus Mama Lakukan saat Anak Tantrum

Tantrum adalah salah satu bagian normal dari proses tumbuh kembang anak, terutama di usia 1 hingga 4 tahun.
Walau sering dianggap sebagai perilaku manja atau nakal, tantrum sebenarnya adalah sinyal bahwa otak anak sedang belajar memahami dan mengelola emosi yang besar lho, Ma.
dr. Lucky Yogasatria Sp. A. menjelaskan bahwa anak mengalami ledakan emosi, ada bagian-bagian otak yang bekerja sangat keras, seperti amigdala (pusat emosi), hipokampus (penyimpan memori emosional), dan korteks prefrontal (bagian otak yang bertanggung jawab atas logika dan pengambilan keputusan).
Namun, dalam kondisi tantrum, korteks prefrontal ini justru tidak berfungsi dengan baik, hal ini membuat anak tidak bisa berpikir jernih atau menerima nasihat. Maka, orangtua perlu melakukan pendekatan dengan cara kerja otak anak.
Untuk penjelasan lebih lanjut, Popmama.com akan berikan infromasi mengenai hal yang harus Mama lakukan saat anak tantrum. Disimak ya, Ma!
1. Tenangkan diri terlebih dahulu

Langkah pertama yang paling penting adalah menenangkan diri sendiri sebelum merespons anak yang sedang tantrum.
Ketika anak dalam kondisi emosi meledak, secara neurologis mereka belum mampu mengendalikan perasaan itu sendirian. Namun, jika Mama ikut terpancing emosi, suasana akan semakin panas dan tidak produktif.
Sebaliknya, saat Mama bisa tetap tenang, anak akan mendapatkan ketenanangan dari Mama Ini bukan hal mudah, tapi bisa dimulai dengan menarik napas dalam beberapa kali, memberi jeda sebelum merespons, dan mengingatkan diri bahwa tantrum bukan serangan pribadi, melainkan tanda anak sedang kesulitan.
Anak tidak akan belajar dari kemarahan, tetapi mereka bisa belajar dari cara orangtua mengelola emosinya.
2. Jangan menjauhi anak ketika sedang tantrum

Seringkali orangtua merasa emosi dan pergi menjauh atau meninggalkan anak saat tantrum, entah karena ingin memberi pelajaran atau merasa malu. Namun secara emosional, ini bisa berdampak sebaliknya lho.
Saat anak sedang tantrum, yang mereka butuhkan adalah rasa aman dan kehadiran orang dewasa yang mereka percayai. Jika Mama menjauh, amigdala anak akan semakin aktif karena merasa terancam, dan hipokampus akan mencatat pengalaman negatif itu sebagai rasa tidak aman.
Maka yang terbaik adalah tetap berada di dekat anak, bahkan jika ia belum siap untuk dipeluk atau diajak bicara. Kehadiran Mama yang tenang, tanpa paksaan dan ancaman sudah cukup untuk membantu sistem saraf anak mulai menenangkan diri.
Saat anak tahu bahwa dirinya tidak sendirian saat kesulitan, ia akan tumbuh dengan pemahaman bahwa emosi besar pun bisa dihadapi bersama, bukan disembunyikan.
3. Validasi emosi anak

Langkah ketiga adalah membantu anak mengenali emosinya dengan memvalidasi perasaan mereka, sambil tetap memberikan batasan yang jelas dan penuh empati.
Validasi berarti mengakui perasaan anak tanpa langsung menghakimi atau menyuruhnya berhenti. Kalimat sederhana seperti, “Mama tahu kamu lagi kecewa banget karena nggak bisa main lebih lama,” bisa membuat anak merasa dimengerti.
Setelah itu, Mama tetap bisa memberikan batas seperti mengatakan, “Tapi sekarang waktunya tidur.” Dalam kondisi tantrum, anak tidak membutuhkan nasihat panjang atau ceramah.
Mereka belum bisa menerima logika. Namun saat Mama menyampaikan batas dengan suara lembut dan sikap penuh empati, anak tetap bisa belajar tentang aturan dengan cara yang aman dan hangat.
Ketika anak sudah benar-benar tenang, barulah Mama bisa menjelaskan situasi lebih lengkap agar anak memahami konsekuensinya.
Nah, itulah informasi mengenai hal yang harus Mama lakukan saat anak tantrum. Semoga bermanfaat!



















