Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

Kocak! Anak Kecil Ini Coba Mengarang Cerita setelah Menumpahkan Gelas

anak berimajinasi susunya tumpah sendiri
Popmama.com/Sekar Gadis Biantara
Intinya sih...
  • Anak balita sering mengarang cerita lucu setelah melakukan kesalahan.
  • Pada usia balita, anak belum sepenuhnya memahami konsep kejujuran atau tanggung jawab.
  • Orangtua memiliki peran besar dalam membantu anak membedakan imajinasi dan kenyataan tanpa mematikan kreativitasnya.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernahkah Mama mendapati si kecil tiba-tiba mengarang cerita lucu saat ia melakukan sesuatu, misalnya anak kecil ini coba mengarang cerita setelah menumpahkan gelas. Pada usia balita, hal seperti ini sangat sering terjadi.

Anak bukan sedang berbohong dalam arti negatif. Mereka sedang bereksplorasi dengan imajinasi, membuat cerita, melebih-lebihkan kejadian, dan mencoba memahami dunia dengan caranya sendiri. Kemampuan ini justru menandakan bahwa imajinasi dan kreativitasnya berkembang.

Namun, kenapa balita suka melakukan ini? Dan bagaimana cara Mama menanggapinya dengan tepat tanpa mematikan kreativitas?

Berikut Popmama.com ulas penjelasannya untuk Mama!

Balita Menumpahkan Gelas dan Mengarang Cerita!

Gemasnya anak balita ini saat ketahuan menumpahkan gelas, tetapi tetap tidak mau mengakuinya!

Ketika sang papa bertanya dengan tenang, Siapa yang menumpahkan ini?”, si kecil menjawab mantap, “Bukan aku, gelasnya tumpah sendiri.”

Ayahnya pun mencoba memastikan, “Jadi… gelasnya melompat?”

Tanpa ragu, anak itu berkata, “Iya! Terus gelasnya terbalik sendiri.”

Momen seperti ini memang sering terjadi pada anak balita. Mereka belum sepenuhnya memahami konsep kejujuran atau tanggung jawab, sehingga imajinasi sering dipakai sebagai “jalan keluar”.

Bagi mereka, membuat cerita bukanlah kebohongan, itu adalah cara memproses kejadian dan menenangkan diri saat merasa takut dimarahi.

Mengapa Anak Kecil Suka Berbohong dan Berimajinasi?

anak kecil yang kaget
Freepik

Menurut ahli perkembangan anak, usia balita berada pada fase ketika khayalan terasa sama nyatanya dengan kenyataan. Jadi, ketika mereka berkata gelas “melompat sendiri”, itu bukan niat memanipulasi, melainkan ekspresi kreativitas dan cara mereka menghindari rasa bersalah.

Nyatanya, di usia balita, si Kecil sebenarnya belum mengenal konsep berbohong. Hal ini didukung oleh psikolog kilnis dari Parenting Institute di The New York University Child Study Center, Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa balita tanpa sadar sering mengarang fakta karena belum bisa membedakan yang mana khayalan dan kenyataan.

Maka, hal ini adalah fase yang sangat normal dan wajar dilewati anak-anak!

Anak Kecil Kaya akan Imajinasi

anak kecil yang usil
Freepik

Karena balita belum mampu membedakan antara kenyataan dan imajinasi, apa yang terlihat seperti “kebohongan” sebenarnya adalah ekspresi imajinasi yang sangat kaya. Mereka belum sepenuhnya memahami konsep sebab-akibat atau tanggung jawab, sehingga cerita yang mereka buat adalah caranya memproses pengalaman.

Dalam pendekatan Montessori, imajinasi dipandang sebagai kemampuan anak untuk menciptakan dan mengembangkan ide, konsep, dan cerita berdasarkan pengalaman yang pernah ia lihat atau rasakan. Imajinasi bukan sekadar berkhayal—tetapi cara anak membangun pemahaman tentang dunia.

Dengan berimajinasi, anak belajar untuk:

  • mengolah informasi,
  • berpikir lebih fleksibel,
  • dan mengembangkan logika serta kemampuan memecahkan masalah secara bertahap.

Namun, penting untuk membedakan antara imajinasi dan fantasi. Imajinasi biasanya masih berhubungan dengan pengalaman nyata, sedangkan fantasi bisa jauh dari realita. Fantasi bisa sangat bermanfaat untuk kreativitas, tetapi perlu diarahkan agar anak tetap memiliki pijakan pada kenyataan dan memahami kejujuran seiring bertambahnya usia.

Peran Orangtua dalam Mengarahkan Imajinasi dan Kenyataan

anak bersenda-gurau
Freepik

Orangtua memiliki peran besar untuk membantu anak membedakan imajinasi dan kenyataan tanpa mematikan kreativitasnya.

1. Validasi dulu imajinasinya
Contoh: “Wah, gelasnya sampai ‘melompat’, ya? Ceritanya lucu.”
Dengan begitu, anak merasa dihargai dan tidak langsung disalahkan.

2. Arahkan pada kenyataan dengan lembut
Setelah cerita imajinasinya selesai, baru tanyakan fakta dengan kalimat yang tidak menghakimi:
“Sekarang, boleh cerita yang sebenarnya? Gelasnya jatuh karena apa?”

3. Berikan tanggung jawab kecil
Jika ia menumpahkan air, ajak ia membersihkan bersama. Ini mengajarkan bahwa mengakui kesalahan bukan akhir dunia.

4. Berikan contoh kejujuran dalam keseharian
Anak belajar dari apa yang ia lihat. Jika orangtua jujur dalam hal kecil, anak akan mengikuti.

5. Bangun rasa aman
Anak lebih berani jujur jika ia tahu bahwa ketika ia berbuat salah, ia tidak akan dimarahi, tetapi dibimbing.

Dengan cara seperti ini, anak belajar bahwa imajinasi boleh digunakan untuk bermain, tetapi tanggung jawab tetap penting dalam kehidupan nyata.

Kocak, ya Ma! Anak kecil ini coba mengarang cerita setelah menumpahkan gelas. Kalau anak Mama, apa ada cerita lainnya?

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Novy Agrina
EditorNovy Agrina
Follow Us

Latest in Kid

See More

Resep Kreasi Telur Chili Padi, Menu Pedas Lembut yang Bocil Approve!

12 Des 2025, 07:05 WIBKid