Pilu, Balita di Korea Meninggal karena Disiksa Orangtua Angkatnya

Berita dan tagar #SorryJungin viral di internet karena kekejian orangtua angkat menyiksa Jungin

4 Januari 2021

Pilu, Balita Korea Meninggal karena Disiksa Orangtua Angkatnya
Freepik/yupachingping
Ilustrasi

Kisah pilu mengenai ,meninggalnya seorang balita di Korea Selatan sampai di telinga masyarakat Indonesia. Berita tersebut membuat tagar #SorryJungin viral di Indonesia. 

Dilansir dari Koreaboo, Jungin adalah anak angkat dari Jang dan Ahn. Menurut pengakuan pasangan tersebut, Jungin meninggal karena terjatuh dari gendongan sang Mama ketika di rumah. Namun, ketika dilakukan otopsi pihak kepolisian menemukan kejanggalan.

Jungin diduga sudah merasakan kekerasan fisik dan psikis dari kedua orangtuanya sejak ia masih bayi.

Akibat disiksa kedua orangtuanya itu, Jungin meninggal dengan penuh lebam dengan kondisi pankreas (organ perut) yang pecah. 

Berikut Popmama.com rangkum cerita lengkapnya. 

1. Diduga Jungin disiksa orangtua angkatnya sejak usia 8 bulan

1. Diduga Jungin disiksa orangtua angkat sejak usia 8 bulan
koreaboo.com

Jungin adalah bayi yang diangkat oleh Jang dan Ahn pada usia 7 bulan untuk melengkapi kebahagiaan keluarga mereka. Namun, bukannya diberi kasih sayang, Jungin justru mendapat perlakuan tidak manusiawi semenjak tinggal bersama kedua orangtua angkatnya.

Dikutip dari Koreaboo, Jungin diduga sudah disiksa oleh Jang dan Ahn sejak berumur 8 bulan. Itu berarti Jungin langsung disiksa tidak lama setelah ia diadopsi. Jungin pun meninggal dunia di usianya yang masih 16 bulan. 

Editors' Pick

2. Ada 800 video bukti rekaman kekerasan kepada Jungin

2. Ada 800 video bukti rekaman kekerasan kepada Jungin
koreaboo.com

Sebelumnya dalam penyelidikan baik Jang dan Ahn membantah tuduhan yang menyebut mereka menyiksa Jungin dan bersikeras bahwa mereka tidak ada hubungannya dengan kematian Jungin.

Namun, Polisi yang menangani kasus mengumumkan bahwa Jang, Mama angkat, telah merekam lebih dari 800 video dirinya secara fisik dan psikis menyiksa Jungin selama ini. 

Hasil otopsi mengungkapkan penyebab kematian Jungin adalah kerusakan organ bagian dalam, tepatnya pecahnya pankreas akibat hantaman yang kuat.

Dikutip dari Koreaboo, seorang ahli mengungkapkan bahwa pecahnya pankreas bisa diakibatkan oleh kekuatan tekanan setara 3.800-4.200 newton untuk anak berusia tiga tahun.

Percobaan ini ditayangkan dalam acara Unanswered Question pada 2 Januari 2020 lalu. Dari hasil percobaan dengan boneka anak perempuan, gaya sebesar itu bisa tercipta ketika seseorang melompat dari sofa dan menginjak manekin boneka di lantai, dengan kisaran kekuatan kurang lebih 3.869 newton.

3. Orangtua angkat Jungin pernah muncul di TV Korea sebagai sosok menginspirasi

3. Orangtua angkat Jungin pernah muncul TV Korea sebagai sosok menginspirasi
koreaboo.com

Kekejian orangtua angkat Jungin itu tidak bisa diterima oleh publik Korea. Sehingga tagar #SorryJungin pun viral untuk mendukung anti kekerasan anak yang terjadi di sana. Tak hanya publik Korea yang bersimpati, berita ini pun sampai viral hingga seluruh dunia. 

Hal yang membuat publik tambah kesal adalah Jang dan Ahn ternyata pernah muncul di televisi sebagai sosok yang menginspirasi. 

Keluarga ini muncul di acara TV bersama dengan Jungin, berpura-pura menjadi keluarga yang bahagia dan penuh kasih. Bahkan pasangan ini sempat mendukung gerapak untuk mengadopsi anak di Korea.

"Saya ingin menunjukkan kepada dunia bahwa tidak hanya selebriti, tetapi juga orang-orang seperti kita juga bisa memilih untuk mengadopsi. Adopsi bukanlah sesuatu yang perlu dipermalukan, melainkan sesuatu yang harus dirayakan," ujar Papa angkat Jungin, Ahn, di acara TV saluran EBS.

4. Kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia

4. Kasus kekerasan terhadap anak Indonesia
Freepik/yupachingping

Kasus kekerasan anak kerap terjadi di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Menurut Survey Komisi Perlindungan Anak (KPAI) dalam peringatan 30 tahun Pemerintah Indonesia Meratifikasi Konvensi Hak Anak pada Kamis (19/11/2020) menyebut bahwa bahwa anak mengalami kekerasan fisik berupa ditampar sebanyak 3%, dikurung 4%, ditendang 4% didorong 6%, dijewer 9%, dipukul 10% dan dicubit ada 23%. 

Selain kekerasan fisik, anak juga mengalami kekerasan psikis yakni dimarahi 56%, anak dibandingkan dengan anak lain 34%, anak dibentak 23%. Lalu, dipelototi 13%, dihina 5%, diancam 4%, dipermalukan 4%, dirisak atau di-bully 3% dan diusir 2%.

Survei nasional KPAI ini dilakukan di 34 provinsi dengan jumlah sampel 25.164 responden anak. Dengan metode penarikan sample secara online dan mengisi kuisioner yang disebar melalui media sosial. 

Dengan kejadian ini, publik di seluruh dunia pun mengecam kejadian ini. Jungin kini sudah meninggal dunia di usianya yang masih sangat kecil. Meski begitu banyak orang menuntut kepada polisi Korea agar tidak terjadi kasus serupa di masa yang akan datang.

Kisah Jungin bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak. Dalam kehidupan sosial, jika terdengar ada kekerasan di lingkungan sekitar pada anak-anak, maka sebagai tetangga berhak untuk melaporkan pada RT setempat. 

Baca juga:

The Latest