Baca artikel Popmama lainnya di IDN App

Studi Baru MIT: ChatGPT Berpotensi Melemahkan Critical Thingking

artificial intelligence
Freepik

Seperti yang sudah Mama ketahui, saat ini penggunaan AI seperti ChatGPT semakin marak digunakan di kalangan anak-anak.

Iklan - Scroll untuk Melanjutkan

Namun, dibalik kemudahan dan kecepatan AI dalam mengakses informasi, ada sebuah bahaya tersembunyi dari penggunaan ChatGPT.

Hal ini dikemukakan oleh penelitian terbaru yang dilakukan oleh MIT, bahwa kebiasaan mengandalkan ChatGPT untuk menulis atau mencari jawaban ternyata dapat menurunkan keterlibatan otak, membuat otak menjadi lebih pasif, dan mengurangi kualitas berpikir kritis.

Dalam hal ini, otak anak merupakan bagian yang bagian yang paling rentan terpengaruh, terutama pada usia di bawah 5 tahun.

Kondisi ini terjadi karena pada usia itu, otak anak sedang berkembang dan otak yang sedang berkembang paling berisiko terdampak oleh AI.

Lalu, apa yang terjadi pada otak saat mengandalkan ChatGPT? Popmama.com telah merangkum informasi mengenai dampak penggunaan ChatGPT pada kemampuan critical thinking!

Hasil Penelitian MIT pada Pengguna ChatGPT

Anak sedang menulis
Freepik

Natalya Kosmina telah menjadi ilmuwan peneliti penuh waktu di MIT Media Lab (Massachusetts Institute of Technology) sejak 2021. Ia ingin secara khusus mengeksplorasi dampak penggunaan AI untuk pekerjaan sekolah, karena semakin banyak siswa yang menggunakan AI (Artificial intelligence).

Jadi, ia dan rekan-rekannya menginstruksikan subjek untuk menulis esai 20 menit berdasarkan perintah SAT, termasuk tentang etika filantropi dan jebakan karena memiliki terlalu banyak pilihan.

Studi yang dilakukan Kosmina dan rekan-rekanannya ini berjudul "Your Brain on ChatGPT: Accumulation of Cognitive Debt when Using an AI Assistant for Essay Writing Task" dan kemudian dipublikasikan pada bulan Juni 2025.

Tahukah Mama, penelitian yang dilakukan oleh MIT ini melibatkan 54 partisipan yang dibagi ke dalam tiga kelompok. Setiap kelompok menyelesaikan tiga sesi dalam kondisi yang sama.

Kelompok pertama menggunakan ChatGPT, kelompok kedua menggunakan mesin pencari Google, dan kelompok ketiga tidak menggunakan teknologi sama sekali.

Namun pada sesi keempat, kelompok pengguna ChatGPT dipindahkan ke pada kelompok tanpa bantuan apapun dan begitupun sebaliknya.

Penelitian ini menggunakan elektroensefalografi (EEG) untuk mengukur beban kognitif selama penulisan esai, menganalisis esai menggunakan NLP.

Dari hasil penelitian secara keseluruhan, kelompok pengguna ChatGPT memiliki tingkat keterlibatan otak yang rendah dan kelompok tanpa bantuan teknologi memiliki daya ingat lebih tinggi juga aktivitas otak lebih aktif.

Penelitian yang dilakukan selama empat bulan ini, menunjukkan pengguna ChatGPT secara konsisten berkinerja lebih rendah pada tingkat neural, linguistik, dan perilaku.

Hasil ini menimbulkan kekhawatiran tentang implikasi pendidikan jangka panjang dari ketergantungan pada ChatGPT dan menekankan perlunya penyelidikan lebih mendalam tentang peran AI dalam pembelajaran.

Apa yang Terjadi Apabila Otak Mengandalkan ChatGPT?

Otak manusia
Freepik/kjpargeter

Menurut hasil penelitian dari MIT, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat otak mengandalkan ChatGPT untuk menulis esai. Berikut adalah hal yang terjadi pada otak apabila mengandalkan ChatGPT:

  1. Aktivitas otak melemah

    Ketika seseorang, termasuk anak-anak, sering menggunakan ChatGPT untuk menyelesaikan tugas atau membuat tulisan, aktivitas otaknya justru jadi lebih rendah. Otak tidak bekerja keras untuk berpikir, menganalisis, atau mencari solusi sendiri karena sudah “dimanjakan” oleh jawaban instan dari ChatGPT.

  2. Kemampuan berpikir kritis menurun

    Penggunaan berlebihan ChatGPT membuat anak terbiasa menerima jawaban tanpa merenungkan, membandingkan, atau membentuk opini pribadi.

    Hal ini menurunkan kemampuan berpikir kritis—keterampilan penting agar anak bisa memilah informasi, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan dengan mandiri.

  3. Daya ingat dan rasa memiliki karya menurun

    Anak-anak yang terbiasa menyalin jawaban dari ChatGPT cenderung lebih sulit mengingat dan menjelaskan kembali apa yang sudah mereka tulis. Rasa kepemilikan terhadap karya juga turun karena tidak melalui proses kreatif dan pemikiran sendiri.

  4. Kecenderungan "copy-paste" dan pasif

    Semakin sering menggunakan ChatGPT, makin besar kecenderungan anak untuk sekadar menyalin hasil AI tanpa memahami informasi secara mendalam. Hal ini membuat mereka jadi lebih pasif dan malas berpikir.

  5. Efek jangka panjang

    Jika kebiasaan ini dibiarkan, dalam jangka panjang, kemampuan otak anak untuk belajar, mengingat, dan berpikir kritis bisa terganggu. Mereka akan kesulitan jika harus menyelesaikan masalah secara mandiri di masa depan, baik untuk pelajaran sekolah maupun di kehidupan nyata.

 

Dukungan dan Tantangan Penggunaan AI pada Anak

Anak sedang belajar
Freepik

Penggunaan AI khususnya ChatGPT dapat membuat Mama bimbang. Di satu sisi AI dapat mempermudah pekerjaan dan mencari informasi, tetapi di sisi lain penggunaan AI juga dapat melemahkan cara berpikir kritis.

Lalu, apa dukungan dan tantangan bagi Mama yang ingin mengenalkan Ai, khususnya ChatGPT ini pada anak?

Dukungan ChatGPT pada anak:

  • Memberi pengalaman belajar yang lebih personal

  • Proses belajar lebih menarik dan efektif

  • Mengasah kreativitas, misalnya membuat bagan atau tabel

  • Merupakan aktivitas interaktif dan menyenangkan, sehingga anak lebih termotivasi.

Tantangan ChatGPT pada anak:

  • Data seperti perilaku dan perkembangannya bisa terekam dan dijadikan target iklan yang tidak sesuai usia

  • Potensi anak terlalu bergantung pada AI membuat anak kurang interaksi secara langsung

  • Asumsi yang salah karena menganggap AI adalah manusia

  • AI bisa menyerap informasi yang salah, bias, dan tidak tepat dari internet

Peran Orangtua dalam Mengenalkan AI Sesuai Tahapan Usia

Anak belajar bersama orangtua
Freepik/tirachardz

Saat si Kecil menggunakan AI, perang orangtua sangat penting di sini. Orangtua berperan untuk memberi pemahaman pada anak dan juga memberi batasan.

Inilah beberapa peran yang harus dilakukan orangtua dalam mengenalkan AI kepada anak sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak:

  1. TK - kelas 2 SD: Jelaskan bahwa AI bukan manusia sungguhan. Jelaskan juga bahwa AI tidak memiliki perasaan, kejujuran, seperti manusia.

  2. Kelas 3 - 6 SD: Fokus dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Dorong anak untuk tidak bergantung langsung pada AI, seperti mengajarkan membuat prompt yang jelas dan tepat.

  3. SMP: Pastikan Mama tidak lengah dalam mendampingi anak karena sudah besar. Pada tahapan ini, anak mulai penasaran dengan hal dewasa, Mama harus bisa mengontrol penggunaan AI anak.

  4. SMA: Ajak anak untuk berpikir lebih kritis dan pahami kekurangan AI. Jelaskan bawah AI tidak selalu benar, bias, dan bisa salah. Beri tahu anak untuk selalu mengecek kembali informasi yang didapatkan dari AI.

Hal yang Harus Dilakukan Sebelum Bolehkan Anak Menggunakan AI

Mengajarkan anak
Freepik

Sebelum Mama memperbolehkan anak menggunakan AI, inilah hal-hal penting yang harus diperhatikan:

  1. Ajarkan anak menjaga privasi online

  2. Coba gunakan AI bersama

  3. Bahas soal plagiarisme dan kejujuran

  4. Dorong rasa ingin tahu dan berpikir kritis

Nah Ma, itulah dampak penggunaan ChatGPT pada critical thinking anak dan beberapa hal yang harus Mama perhatikan sebelum memperbolehkan anak menggunakan ChatGPT!

Share
Editorial Team