Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

Tragedi Perundungan SMP Xaverius, Duel Maut hingga Laporan Polisi

Tragedi Perundungan SMP Xaverius, Duel Maut hingga Laporan Polisi.png
freepik
Intinya sih...
  • Perundungan di SMP Xaverius Bandar Lampung mencapai titik fatal setelah insiden penyiraman air yang berujung pada duel maut antara korban dan pelaku.
  • Keluarga korban kecewa dengan respons sekolah yang dianggap abai, serta tidak adanya itikad baik dari pihak pelaku untuk menyelesaikan kasus secara tuntas.
  • Kasus ini menjadi peringatan bagi kita semua untuk lebih waspada terhadap tanda-tanda perundungan di lingkungan sekolah dan segera mengambil tindakan jika ditemukan kasus serupa.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tragedi Perundungan SMP Xaverius Bandar Lampung menambah daftar panjang kasus perundungan di sekolah. Bermula dari masalah sepele, insiden ini berkembang menjadi persoalan serius yang kini tengah ditangani pihak kepolisian.

Berikut kronologi dan fakta pentingnya:

1. Awalnya, baju basah kuyup usai disiram

Awalnya, baju basah kuyup usai disiram.png
freepik

September lalu, publik dikejutkan oleh kasus perundungan yang terjadi di salah satu Sekolah Menengah Pertama swasta di Bandar Lampung. Peristiwa itu bermula ketika korban, L (14), dipermalukan oleh rekannya, R (14), di area toilet sekolah. R (14) menyiramkan air ke tubuh L (14) hingga seragamnya basah kuyup.

Kejadian ini menarik perhatian lingkungan sekolah, sebab L (14) harus kembali ke kelas dengan kondisi pakaian basah kuyup. Situasi tersebut tidak hanya membuat L (14) merasa tersudut, tetapi juga menjadi titik awal dari rangkaian perundungan yang berujung pada insiden lebih serius beberapa hari kemudian.

2. Dipanggil guru, pelaku dicap anak nakal

Dipanggil guru, pelaku dicap anak nakal.png
freepik

Setelah kejadian itu, L (14) sebenarnya memilih diam dan tidak banyak bercerita mengenai apa yang dialaminya. Namun, tak dapat dipungkiri, seragamnya yang basah tentu menimbulkan pertanyaan di kalangan guru maupun teman-temannya. Kondisi tersebut membuat L (14) akhirnya dipanggil oleh pihak sekolah untuk dimintai keterangan.

Setelah mengetahui cerita yang sebenarnya, pihak sekolah akhirnya memanggil R (14), pelaku penyiraman, untuk dimintai keterangan. R (14) diduga sempat “disidang” oleh guru karena dianggap berbuat nakal. Situasi ini justru membuat R (14) merasa marah. Sejak saat itu, muncul rasa dendam yang kemudian ia tujukan kepada L (14), hingga berujung pada ancaman serius terhadap korban.

3. Ancaman dan dendam yang tertanam

Ancaman dan dendam yang tertanam.png
freepik

Usai insiden tersebut, L (14) kerap mendapat ancaman dan tekanan dari R (14). Ucapan-ucapan bernada intimidasi dilontarkan, membuat L semakin terpojok. Tidak berhenti sampai di situ, R (14) diduga mulai menyusun rencana untuk melampiaskan dendamnya.

4. Kronologi penculikan HP dan dipaksa ikut

Kronologi penculikan HP dan dipaksa ikut.png
freepik

Dua hari kemudian, rencana dendam terwujud. R (14) memanfaatkan situasi ketika ponsel para siswa dikumpulkan oleh guru. Saat dikembalikan, Ia mengambil ponsel milik L (14) dan menggunakannya sebagai alat untuk memancing korban.

Dengan kalimat singkat, R (14) berkata, “Lu mau HP ini? Lu ikut gua,” yang akhirnya membuat L (14) tak punya pilihan selain menuruti ajakan tersebut.

5. Sudah ada massa menunggu di lokasi duel

Ilustrasi
Freepik

Setibanya di lokasi yang telah ditentukan, L (14) mendapati sekelompok anak lain sudah lebih dulu menunggu. Suasana saat itu cukup tegang, dengan banyak pasang mata yang seolah menantikan apa yang akan terjadi.

Korban yang masih mengenakan seragam pramuka akhirnya dipaksa berhadapan dengan R (14). Pertemuan itu berujung pada duel maut yang tidak bisa dihindari, meninggalkan luka luka-luka pada keduanya dan membuka fakta seriusnya praktik perundungan di lingkungan sekolah.

6. Ibu korban kecewa dan hancur hati

Ibu korban kecewa dan hancur hati.png
canva.com/pexels

Pada wawancaranya bersama dengan kuasa hukum, sang ibu mengaku kecewa dan hancur hati karena anaknya harus menjadi korban perundungan yang berujung fatal.

Ia menuturkan, selama ini L (14) kerap mencari-cari alasan setiap kali diminta berangkat ke sekolah. Awalnya hal itu dianggap sebagai kebiasaan remaja yang enggan belajar, namun setelah insiden terjadi, barulah ia memahami bahwa sikap tersebut merupakan tanda trauma yang dialami anaknya akibat perundungan yang terus-menerus.

7. Tidak ada itikad baik

Tidak ada itikad baik.png
canva.com/afloimages

Pihak keluarga R (14) sempat mendatangi rumah korban untuk menyampaikan permintaan maaf atas peristiwa yang terjadi. Namun, bagi keluarga L (14), permintaan maaf tersebut belum cukup. Mereka menilai tidak ada langkah nyata maupun itikad baik dari pihak pelaku untuk benar-benar menyelesaikan kasus secara tuntas.

Terlebih, pelaku lainnya tidak memiliki itikad baik untuk mediasi. Hal inilah yang kemudian mendorong keluarga korban memilih jalur hukum sebagai bentuk upaya mencari keadilan.

8. Sekolah dinilai abai karena tidak ada respons

Sekolah dinilai abai karena tidak ada respons.png
Dok. OSIS SMP Xaverius

Keluarga L (14) sebenarnya sudah berupaya menjalin komunikasi dengan pihak sekolah untuk mencari jalan keluar. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Pihak sekolah dinilai tidak memberikan tanggapan yang memadai, bahkan keluarga korban mengaku tidak pernah dihubungi untuk melakukan mediasi.

Kondisi ini semakin menambah rasa kecewa keluarga, karena mereka merasa dibiarkan menghadapi persoalan sendiri tanpa dukungan dari institusi pendidikan tempat mereka mempercayai anak mereka bernaung.

9. Bukan kasus bully pertama

Bukan kasus bully pertama.png
canva.com/pexels

Kasus yang menimpa L (14) bukanlah yang pertama di SMP Xaverius Bandar Lampung. Sebelumnya, perundungan di sekolah yang sama pernah terjadi berkaitan dengan penyalahgunaan Artificial Intelligence.

Kejadian berulang ini menimbulkan dugaan adanya pola perundungan yang dibiarkan.

10. Akhirnya tempuh jalur hukum

Menempuh Jalur Hukum.png
canva.com/charliepix

Karena tidak ada upaya penyelesaian dari pihak sekolah maupun pelaku, keluarga L (14) akhirnya memutuskan untuk melaporkan kasus tersebut ke Polresta Bandar Lampung. Langkah hukum ini ditempuh sebagai bentuk perlindungan bagi korban sekaligus upaya menegakkan keadilan.

Tragedi Perundungan SMP Xaverius ini mengingatkan kita semua untuk lebih waspada. Yuk, mulai periksa interaksi anak di sekolah, tanyakan keseharian mereka, dan jangan ragu menindaklanjuti jika ada tanda-tanda perundungan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Novy Agrina
EditorNovy Agrina
Follow Us

Latest in Big Kid

See More

Contoh & Ciri Gerak Manipulatif dalam Olahraga, Materi PJOK Kelas 4 SD

04 Des 2025, 18:38 WIBBig Kid