Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

Viral Pernyataan Ryu Kintaro Dihujat Netizen, Ini Kata Psikolog

ryu kintaro
Instagram.com/ryu_kintaro
Intinya sih...
  • Psikolog Hertha ungkap Ryu punya makna dan persepsi berbeda mengenai perintis
  • Anak seperti Ryu masih dalam proses tumbuh dan belajar
  • Pentingnya orangtua menumbuhkan nilai kemanusiaan pada diri anak sejak dini
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Belakangan ini, pernyataan Ryu Kintaro viral setelah menyatakan dirinya lebih memilih gaya hidup sebagai perintis bukan sekadar pewaris. Menurut anak berusia 10 tahun ini, hidup sebagai perintih lebih menantang. 

“Orang banyak pengen hidup yang aman, tapi tahu nggak yang paling seru itu justru hidup sebagai perintis. Nggak ada yang nunjukin arah, nggak ada yang ngejamin hasil tapi justru itu letak asyiknya," kata Ryu.

Pernyataan tersebut memicu hujatan karena dinilai tidak relevan dengan latar belakang Ryu yang merupakan anak konglomerat dan calon pewaris. Psikolog Klinis Hertha Christabelle Hambalie, M.Psi., psikolog. 

Simak pembahasan selengkapnya telah Popmama.com siapkan. 

1. Psikolog Hertha ungkap Ryu punya makna dan persepsi berbeda mengenai perintis

Banyak warganet merasa tersinggung dengan pernyataan Ryu yang tidak relevan dengan latar belakangnya. Dalam video yang beredar, Ryu menyatakan, “Yang paling seru itu, justru hidup sebagai perintis!” 

Psikolog Hertha mengungkapkan bahwa Ryu kemungkinan besar memiliki persepsi dan definisi lain terkait makna perintis. Terlebih, Ryu sendiri masih anak-anak dan dalam proses memahami dunia. 

“Mungkin Ryu punya persepsi dan definisi yang berbeda soal perintis. Dan itu wajar. Mengingat setiap orang tumbuh dengan pengalaman dan lingkungan keluarga yang berbeda. Apalagi Ryu adalah anak-anak yang masih dalam proses memahami dunia,” jelas Psikolog Hertha melansir dari unggahanya di Instagram @hertha.psikolog. 

2. Anak seperti Ryu masih dalam proses tumbuh dan belajar

ryu kintaro
Instagram.com/ryu_kintaro

Lebih lanjut, Psikolog Hertha menekankan bahwa tidak setuju dengan seseorang bukan alasan untuk menghujat, terutama jika yang bersangkutan masih anak-anak.

Menurutnya, pendekatan yang bijak dan penuh empati jauh lebih efektif dalam menyampaikan ketidaksetujuan, khususnya kepada anak-anak seperti Ryu yang masih dalam proses tumbuh dan belajar.

“Tapi saat kamu merasa nggak setuju dengan seseorang, menghujat bukan cara untuk membuat orang lain mengerti, apalagi untuk seorang anak,” ungkap Psikolog Hertha. 

“Kita semua punya pendapat. Tapi pendapat sebaik apapun, tetap bisa menyinggung, dan itu hal yang nggak bisa kita kendalikan sepenuhnya. ‘Yang bisa kita pilih adalah bagaimana cara menyampaikannya,” lanjutnya. 

3. Pentingnya orangtua menumbuhkan nilai kemanusiaan pada diri anak sejak dini

pexels/August de Richelieu
pexels/August de Richelieu

Tidak ada salahnya mulai melatih diri untuk menyampaikan pandangan dengan cara yang lebih bijak dan tanpa hujatan. Sebab, penting sekali untuk membangun empati sejak dini. 

Ketika seseorang menjadi orangtua atau memiliki anak, yang diajarkan bukan hanya soal pengetahuan, tapi juga nilai-nilai kemanusiaan seperti rasa peduli dan memahami perasaan orang lain.

“Coba yuk, latihan menyampaikan pandanganmu, tanpa perlu dengan menghujat. Karena suatu hari nanti, saat kamu jadi orang tua atau punya anak, bukan cuma pengetahuan yang kamu ajarkan, tapi juga empati,” ujar Psikolog Hertha.

“Sehingga bukan hanya bicara benar menurutnya, namun juga bijak. Ajak anak belajar melihat dari sisi orang lain. Bukan untuk memaksakan pengertian, tapi supaya tahu rasanya berdiri di tempat yang bukan miliknya,” sambungnya. 

4. Menghujat bukan cara yang tepat untuk membuat anak menjadi memahami pandangan lain

ilustrasi parenting orang tua (freepik.com/freepik)
freepik

Pada dasarnya, hujatan bukanlah cara yang efektif untuk membuat anak memahami suatu hal. Alih-alih menghujat, orang dewasa sebaiknya memberikan penjelasan dari sudut pandang berbeda. 

“Menghujat juga nggak membuat seorang anak jadi mengerti. Tapi memberikan penjelasan dengan perspektif yang berbeda, akan membantu seorang anak jadi belajar tentang empati,” jelas Psikolog Hertha.

Memang hal wajar jika anak belum sepenuhnya memahami makna dari setiap nasihat atau pandangan orang dewasa. Namun, anak tetap bisa mengembangkan kepekaan sosial jika diberi ruang untuk bertanya, mendengar, dan melihat dunia dari perspektif yang beragam. 

“Anak mungkin belum bisa mengerti sepenuhnya. ‘Tapi mereka bisa belajar punya kepekaan kalau kita beri ruang untuk bertanya, mendengar, dan melihat dunia lewat kacamata yang berbeda,” katanya. 

5. Kecerdasan anak bukan tentang logika, tapi juga emosi

ilustrasi parenting (pexels.com/Kampus Production)
Pexels/Kampus Production

Kecerdasan tidak hanya berkaitan dengan kemampuan logika, tetapi juga melibatkan kecerdasan emosi. Penting bagi orangtua untuk membantu anak mengembangkan kecerdasan emosional melalui arahan yang tepat.

Hal ini dilakukan agar mereka mampu memahami, mengelola perasaan, dan membangun hubungan yang sehat dengan lingkungan sekitarnya.

“Karena kecerdasan bukan cuma tentang logika tapi juga tentang emosi. Yuk bantu seorang anak juga cerdas secara emosi dengan arahan,” pungkasnya. 

Nah, itu dia pembahasan mengenai tanggapan psikolog mengenai pernyataan Ryu yang dihujat warganet. Bagaimana menurut pendapat Mama? 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Novy Agrina
EditorNovy Agrina
Follow Us

Latest in Big Kid

See More

Kekurangan dan Kelebihan Strict Parenting yang Perlu Dipahami Orangtua

08 Des 2025, 15:35 WIBBig Kid
Makanan Indonesia dari huruf A

18 Makanan dari Huruf A

08 Des 2025, 12:05 WIBBig Kid