Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

Bahaya Anak Sering Berkata 'Terserah' yang Perlu Orangtua Ketahui

Freepik/peoplecreations
Freepik/peoplecreations

Mama pernah nggak mendapati anak kerap berkata 'terserah' ketika diminta memutuskan memilih sesuatu? Misalnya, saat Mama bertanya apakah anak ingin makan nasi goreng atau mie goreng, anak bisa saja menjawab kalimat 'terserah', bukan?

Saat anak berkata demikian, orangtua sering salah mengartikan bahwa anaknya cukup pasrah dan ikhlas ketika apapun ditentukan oleh orangtuanya. Padahal, hal seperti ini tak sepenuhnya benar dan bisa saja justru membahayakan untuk anak, Ma.

Hal ini juga yang dibenarkan oleh Bendri Jaisyurrahman, seorang aktivis dan konselor ketahanan keluarga di Indonesia, dalam podcast bersama Teuku Wisnu di channel milik The Sungkars.

Dalam ungkapannya, aktivis yang akrab disapa Ajo Bendri itu menyebutkan adanya bahaya yang perlu orangtua waspadai di balik anak yang sering berkata 'terserah'.

Lantas, apa saja bahayanya dan mengapa anak bisa seperti itu? Berikut Popmama.com rangkumkan informasi selengkapnya.

1. Apakah kata 'terserah' berarti anak pasrah atau menurut?

raisingchildren.net.au
raisingchildren.net.au

Ketika anak mengucapkan kata demikian, tak sedikit orangtua justru merasa bahwa anak mereka adalah pribadi yang penurut dan tak susah dibilangi karena bisa disesuaikan dengan kemauan orangtua. Padahal, tahukah Mama bahwa kata 'terserah' justru sering mewakili yang dinamakan pasif-agresif.

Seperti dikutip dari situ Healtline, ketika seseorang berperilaku demikian, itu berarti ia sedang mengekspresikan perasaan negatif lewat perilakunya, bukan mengungkapkannya secara langsung lewat kata-kata. Akibatnya, terjadi jarak antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan.

Jadi, sebenarnya ketika anak mama berkata 'terserah', bukan berarti ia pasrah atau menurut, Ma. Kata tersebut justru bisa membuat anak memberi jarak pada orangtua untuk mengungkapkan perasaan ketidaksukaannya.

2. Anak dapat mengalami lazy mind

Freepik
Freepik

Dalam ungkapannya kepada Teuku Wisnu, aktivis yang akrab disapa Ajo Bendri itu menjelaskan bahwa ketika seorang anak tidak sering diajak berdialog atau mengobrol dengan orangtuanya sejak kecil, ini bisa membuat anak tersebut justru mengalami yang namanya lazy mind.

Dijelaskan olehnya, lazy mind atau thinking shock merupakan suatu kondisi ketika seseorang malas berpikir. Ia menambahkan, "Ciri khasnya (anak yang lazy mind) adalah ngomongnya selalu terserah, misalnya "Adam mau makan mie ayam apa bakso? Terserah Abi"."

Ajo Bendri menyebutkan bahwa ketika anak mulai berpikir demikian, bukan berarti orangtua bisa merasa puas karena dirasa anak patuh pada mereka, justru hal ini bisa membahayakan untuk perkembangan anak, Ma.

"Di balik taat yang kita maksud, tersimpan dia lazy mind," sambung Ajo Bendri menjelaskan.

3. Dampak anak yang lazy mind

Freepik
Freepik

Lebih lanjut, Bendri Jaisyurrahman menambahkan bahwa akan ada dampak yang membahayakan anak ketika dirinya menjadi seorang yang lazy mind atau malas berpikir.

Ada beberapa dampak yang diungkapkan olehnya, pertama adalah anak tidak mau direpotkan dengan suatu pilihan sehingga pasrah dengan jawaban 'terserah'. Selanjutnya, anak juga tidak memiliki kreativitas dalam mengatasi masalah sehingga bisa membuat anak tidak menemukan solusi dalam suatu kejadian. 

Bahkan, yang membahayakan adalah ketika anak tidak bisa berpikir dalam mencari solusi untuk mengatasi masalah yang dihadapi, anak dengan lazy mind bisa saja terpikirkan untuk mengakhiri hidupnya hanya karena tidak bisa menemukan solusi.

4. Apa yang menyebabkan anak menjadi lazy mind?

Anak yang menjadi lazy mind bukan semata-mata langsung terbentuk demikian, Ma. Seperti dijelaskan oleh Ajo Bendri, bahwa anak yang tidak memiliki kedekatan dengan orangtua bisa menjadi salah satu penyebab anak menjadi demikian.

Dijelaskan olehnya, anak yang ketika mendapatkan masalah ia justru tidak bisa berpikir dalam mencari solusi adalah anak yang tidak terlatih otaknya untuk terbiasa berpikir.

"Kenapa? Karena otak dia nggak dilatih. Pelaku utama yang membuat dia tidak ada otaknya adalah harus kita sebutkan (yaitu) ayah yang tidak terlibat," ujar Ajo Bendri menjelaskan.

Menurutnya, seorang papa memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang anak. Papa adalah pelatih akal dan pelatih otak untuk anak bisa berpikir nantinya. Itulah mengapa tak hanya bergantung pada Mama, anak juga perlu memiliki kedekatan dengan Papa.

Dari video podcast Teuku Wisnu bersama Bendri Jaisyurrahman tersebut, dapat diambil pesan positif bahwa setiap Papa juga memiliki peran tak kalah penting dalam kehidupan anak.

Dengan membangun kedekatan sejak dini pada anak, diharapkan nantinya anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang berakal dan terhindar dari bahaya yang terjadi ketika anak menjadi seorang lazy mind sebagaimana yang dijelaskan.

Semoga informasi di atas bermanfaat dan bisa menjadi wawasan baru bagi Mama dan Papa dalam mendidik dan mengasuh anak-anak, ya!

Share
Topics
Editorial Team
Irma ediarti mardiyah
EditorIrma ediarti mardiyah
Follow Us

Latest in Big Kid

See More

Main Game Dulu vs Sekarang, Ini Alasan Gen Z Punya Attention Span Mini

15 Des 2025, 18:50 WIBBig Kid