Emosi Negatif pada Orangtua, Haruskah Disalurkan saat di Depan Anak?
Boleh saja, tetap perlu dikendalikan, Ma
6 Juni 2020

Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Para orangtua mungkin setuju jika emosi negatif sebaiknya tidak disalurkan di depan anak. Selain anak dapat meniru, hal ini pun bisa saja membuat si Kecil merasa bersalah karena emosi yang mereka tangkap.
Emosi negatif berupa marah atau kekecewaan yang diungkapkan secara berlebihan, seperti berteriak, bentakan, atau bahkan merusak barang-barang di depan anak memang sebaiknya dihindari.
Namun, ternyata emosi negatif secara wajar yang disalurkan di depan buah hati bisa bermanfaat.
Tak hanya membuat Mama dan Papa lebih lega, mengungkapkan emosi negatif juga secara tidak langsung akan membuat anak belajar memahami serta tahu cara mengatasi emosi dirinya sendiri.
Secara lebih lanjut, berikut Popmama.com jelaskan dampak positif dari menyalurkan emosi negatif di depan anak.
Editors' Pick
1. Emosi terpendam memengaruhi hubungan dengan anak
Melansir laman The Conversation, tindakan menekan emosi sebenarnya meningkatkan tekanan darah dan gairah fisiologis. Pengamat dapat memahami kesusahan meskipun para orangtua berusaha menyembunyikannya, bahkan membuat mereka merasa stres juga.
Penelitian terbaru juga menemukan bahwa ketika orangtua merasakan emosi negatif (seperti amarah atau dendam) dan menahannya dari anak-anak mereka, mereka mengalami kualitas hubungan yang lebih rendah dan responsif yang berkurang terhadap kebutuhan anak mereka.
Faktanya, bahkan bayi sangat terpengaruh oleh dinamika interaksi orangtua, salah satunya emosi. Jika Mama meredam dinamika alami ini, bayi bisa saja merasa kesal. Jadi, jangan takut untuk mengekspresikan diri di depan anak ya, Ma.
2. Boleh diungkapkan, tetapi harus dikendalikan
Di sisi lain, ekspresi kemarahan dan kesedihan yang "tidak terkendali" oleh orangtua juga tidak membantu anak. Tanpa kendali berarti emosi dengan intensitas tinggi, tanpa upaya untuk mengaturnya.
Misalnya, berteriak, menghancurkan barang-barang dan menyalahkan orang lain yang menyebabkan rasa marah. Hal ini dapat berdampak buruk pada anak, alih-alih meluapkan emosi, Mama justru menambah masalah baru.
Apalagi pada anak usia di bawah 3 tahun, jika mereka melihat orangtua marah hebat, anak akan melakukan hal yang sama saat merasa marah atau kecewa. Anak bisa ikut berteriak, berguling, atau tantrum.
Terlebih, anak-anak melihat orangtua mereka sebagai panutan dan cenderung meniru perilaku mereka secara sadar maupun tidak sadar.