Pahami Penyebab Balita Suka Berteriak dan Cara Mengatasinya

Sebelum memarahinya, pahami dulu penyebab balita mama suka berteriak

14 Oktober 2018

Pahami Penyebab Balita Suka Berteriak Cara Mengatasinya
Pixabay/Macmao

Mama pernah merasa malu ketika si Kecil tiba-tiba berteriak di depan banyak orang?

Tenang, Mama tidak sendirian kok. Sebagian besar orangtua yang memiliki balita pernah mengalaminya.

Seperti halnya menangis, berteriak merupakan cara balita mengekspresikan emosinya yang sulit disampaikan melalui kata-kata.

Cara tercepat mendapat perhatian atau agar keinginannya segera terpenuhi, ya dengan berteriak.

Perilaku balita ini tak jarang membuat orangtua panik dan bingung bagaimana cara mengatasinya.

Sebagian orangtua bahkan meresponnya dengan amarah atau membalas teriakan si Kecil.

Padahal sebelum memarahinya, orangtua perlu mengetahui terlebih dulu penyebab anak suka berteriak.

Kira-kira kenapa ya balita suka berteriak?

1. Meluapkan emosi

1. Meluapkan emosi
Pixabay/Amarpreet25

Balita usia 1-2 tahun kosakatanya masih sangat terbatas.

Itulah sebabnya balita sering mengungkapkan rasa frustasinya dengan menangis atau berteriak.

Ia tidak tau bagaimana cara menyampaikan pikirannya, sementara orang dewasa yang diajak bicarapun tidak mengerti apa yang diinginkannya.

Jika hal ini terjadi, peluklah anak mama dan mintalah ia untuk berbicara dengan lembut.

Jika Mama tidak mampu memahami kata-katanya, mintalah ia untuk menunjuk benda yang diinginkannya.

Editors' Pick

2. Menarik perhatian

2. Menarik perhatian
Pixabay/Geralt

Beberapa anak menggunakan cara berteriak untuk mendapatkan perhatian dari orang-orang disekelilingnya.

Berteriak juga seringkali digunakan sebagai ‘senjata’ anak untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya tapi dilarang oleh Mama atau Papa.

Dengan demikian, agar terhindar dari rasa malu, tak sedikit orangtua yang segera mengabulkan keinginan anak daripada harus mendengar teriakannya.

Maka untuk mengatasi hal ini, Mama sebaiknya memenuhi kebutuhannya agar si Kecil merasa nyaman.

Misalnya dengan memastikan anak sudah kenyang atau membawa mainannya ketika mengajaknya ke tempat umum.

3. Eksplorasi volume suara

3. Eksplorasi volume suara
Pixabay/Free-Photos

Balita senang memainkan volume suaranya ketika menyadari bahwa nada suaranya dapat berubah-ubah.

Penemuan barunya itu yang membuat si Kecil ‘tertantang’ untuk mempraktekkannya dengan cara berteriak.

Jangan marah dulu, Ma. Lebih baik ajarkan ia untuk mengatur volume suaranya.

Beri contoh bagaimana cara berbicara yang baik dan sopan agar ia tertarik mengikutinya.

Cara lainnya dengan mengajaknya bermain bisik-bisik dengan cara meyampaikan satu kata yang harus ia bisikkan lagi ke orang lain.

Hal ini efektif meredakan antuasiasme si Kecil dalam memainkan volume suaranya.

4. Lingkungan sekitar bising

4. Lingkungan sekitar bising
Pixabay/Zinz25

Lingkungan di sekitar rumah yang bising juga dapat memicu anak untuk berteriak.

Anak terpaksa berkomunikasi dengan nada tinggi demi menyamakan volume suara di sekitarnya.

Oleh sebab itu, kecilkan volume alat elektronik di rumah atau ajak anak mama menjauh dari keramaian saat ia ingin menyampaikan sesuatu.

5. Meniru orang di sekitarnya

5. Meniru orang sekitarnya
Pixabay/Froot

Anak-anak adalah peniru yang ulung. Mereka akan dengan mudah dan cepat menyerap perilaku orang-orang disekitarnya tanpa mengetahui apakah hal tersebut baik atau buruk.

Kebiasaan berteriak pada anak bisa jadi karena pengaruh lingkungan di sekitarnya, misalnya karena ia terbiasa melihat orangtuanya berteriak saat bertengkar atau meniru teriakan Mama saat memarahi kakaknya.

Maka dari itu orangtua sebaiknya menjaga perilaku dan memberi contoh yang positif kepada anak.

Karena apa yang dilakukannya di usia balita merupakan cerminan dari perilaku orangtuanya.

Jika Mama menemukan anak mama senang berteriak, jangan pernah memarahi apalagi membalasnya.

Membalas teriakan anak hanya akan membuat dia semakin penasaran untuk berteriak lebih kencang lagi.

Atasi teriakannya dengan kata-kata lembut atau pelukan hangat yang menenangkan, sehingga anak paham bahwa perilakunya tersebut tidak baik.

The Latest