14 Cara Membuat EQ Anak Tinggi Sejak Usia 1 Tahun

EQ memengaruhi kesuksesan dan kebahagiaan anak saat dewasa, lho

20 Mei 2021

14 Cara Membuat EQ Anak Tinggi Sejak Usia 1 Tahun
Pexels/Bess Hamiti

Emotional Quotient (EQ) adalah kemampuan manusia untuk mengelola emosinya dengan cara yang sehat.

Bagaimana pengetahuan emosional diri dan penerimaan diri anak? Bagaimana kepekaan anak terhadap isyarat orang lain?

Apakah anak bisa berempati dengan orang lain? Bagaimana anak mengatur kecemasan, kemarahan, dan rasa takutnya?

Itulah yang dikembangkan dalam EQ.

Ternyata, EQ memengaruhi kesuksesan dan kebahagiaan anak saat dewasa lho, Ma.

Selain itu, EQ dibentuk mulai dari bayi dan dimulai dengan hubungannya dengan orangtua.

Mama bisa memberikan dasar yang kokoh dalam membentuk EQ anak. Tapi, bagaimana caranya?

Di bawah ini, Popmama.com telah menjabarkan cara membuat EQ anak tinggi sejak usia 1 tahun yang dilansir dari laman ahaparenting.com. Coba terapkan ke si Kecil yuk, Ma!

1. Bangun rasa percaya anak

1. Bangun rasa percaya anak
Pexels/Josh Willink

EQ tinggi dapat dibentuk mulai dari bayi. Interaksi paling awal bayi dengan orangtua atau pengasuhnya sangat penting. Sebab, dari situlah perasaan aman dan percayanya berkembang, Ma.

Bagaimana cara membangun rasa aman dan percaya dengannya? Gendong ia saat ia menginginkan Mama dan segera tanggapi tangisannya.

2. Tenangkan rasa cemas Mama

2. Tenangkan rasa cemas Mama
Pexels/Liza Summer

Mama tahu tidak kalau suasana hati dan keadaan batin kita selalu terpancar ke luar? Orang-orang di sekitar kita dapat merasakan bagaimana suasana hati dan keadaan batin kita.

Bayi juga bisa merasakannya, Ma.

Penelitian terbaru memastikan pernyataan psikolog Harry Stack Sullivan bahwa sentuhan, suara, dan gerakan orangtua bisa menenangkan atau memicu kecemasan anak.

Jadi, penting bagi orangtua untuk bisa menenangkan diri dari rasa cemas dan meningkatkan kondisi saat tidak baik-baik saja. Caranya adalah dengan mindfulness.

Ketenangan Mama bisa membantu anak membangun otak dan sistem saraf yang lebih tenang, lho.

3. Menerima dan mengakui emosi anak

3. Menerima mengakui emosi anak
Pexels/Alexander Dummer

Tidak semua perilaku bisa diterima, tapi semua emosi bisa diterima karena kita tidak bisa memilih perasaan.

Kita tidak bisa mencegah perasaan marah, senang, sedih, dan sebagainya untuk muncul kan Ma? Namun, kita bisa memilih tindakan kita terhadap perasaan tersebut.

Untuk membangun EQ anak, anak perlu diajari untuk menerima semua emosi yang muncul dalam dirinya dan memilih apa yang harus dilakukan.

Itu berarti, Mama juga harus membatasi tindakan anak seperlunya dan berempati pada semua perasaannya yang muncul dalam proses menetapkan batasan.

Tidak apa-apa kalau anak tidak suka dengan batasan yang Mama tentukan. Perasaan itu wajar muncul karena batasan memang bisa membuat tidak nyaman.

Pahami perasaannya Ma, tapi berikan juga pengertian kenapa batasan itu perlu dilakukan.

4. Berempatilah saat anak ragu

4. Berempatilah saat anak ragu
Pexels/Taryn Elliott

Empati dan penerimaan orangtua bisa membantu anak menerima emosinya. Kalau anak sudah bisa menerima emosinya, ia bisa menyelesaikan perasaannya dan move on.

Empati orangtua mengajarinya bahwa kehidupan emosionalnya ternyata bersifat universal, bisa diatur, tidak berbahaya, dan tidak memalukan.

Dari empati orangtua, anak juga bisa belajar bahwa ia tidak sendiri dan sepenuhnya dapat diterima. Bahkan bagian dari dirinya yang kurang sekalipun.

Dengan begitu, ia akan belajar untuk memahami dan menerima dirinya sendiri, Ma.

5. Jangan menghukum anak untuk emosi yang muncul padanya

5. Jangan menghukum anak emosi muncul padanya
Pexels/Cleyder Duque

Jangan pernah mencoba mengalihkan perhatian anak dari perasaannya dan jangan mempermalukannya ketika terluka ya, Ma.

Misalnya dengan mengatakan ada pesawat lewat ketika anak menangis atau berkata, “Anak cowok kok nangis.”

Terlebih lagi, jangan memarahi atau menghukum anak untuk emosi yang muncul padanya.

Kalau Mama pernah melakukannya, hentikan ya Ma. Dengan berperilaku seperti itu, sama saja Mama tidak mengakui dan menerima perasaan atau emosi anak.

Akui, berempati, dan biarkan ia menunjukkan apa yang terjadi. Beri dia sedikit waktu untuk memproses, lalu anak mama akan siap untuk move on.

6. Menekan perasaan anak tidak akan berhasil

6. Menekan perasaan anak tidak akan berhasil
Pexels/Tatiana Syrikova

Tidak setuju dengan rasa takut atau marah yang dialami anak tidak akan menghentikannya untuk memiliki perasaan itu.

Rasa takut atau marah akan kembali lagi dan lagi karena memang tidak bisa dicegah.

Namun, mungkin anak akan terpaksa menekan perasaannya ketika orangtua tidak menyetujui perasaannya.

Perasaan tertekan tidak akan memudar, justru akan terjebak dalam diri anak dan mencari jalan keluar tidak di bawah kendali sadarnya.

Salah satu contohnya adalah menjadi mimpi buruk. Lebih parahnya, bisa menjadi gangguan. Kasihan kan Ma, kalau begitu?

Editors' Pick

7. Meredakan perasaan intens anak dengan melatih emosinya

7. Meredakan perasaan intens anak melatih emosinya
Pexels/Josh Willink

Amarah tidak akan menghilang sampai ia merasa didengarkan. Kalau begitu, tidak ada salahnya untuk mendengarkan amarah anak kan, Ma?

Setelah itu, akui amarahnya dan refleksikan. Menerima dan merefleksikan perasaan anak bukan berarti Mama menyetujui dan mendukungnya, kok.

Mama hanya menunjukkan bahwa Mama memahami perasaannya.

Mama bisa bilang, “Kamu benar-benar marah sama adikmu. Coba cerita sama Mama,” atau, “Kamu pasti kecewa.”

Dengan begitu, amarah anak bisa reda karena ada yang mendengarkan dan memahaminya.

8. Bantu anak belajar menenangkan diri

8. Bantu anak belajar menenangkan diri
Pexels/Madeline Bassinder

Belajar menenangkan diri dimulai dari anak masih bayi.

Bayi membutuhkan orang lain untuk menenangkannya terlebih dulu untuk mengembangkan jaringan saraf agar bisa menenangkan diri di kemudian hari.

Dari sinilah ia mendapat pengalaman tentang kebutuhan fisik dan emosionalnya yang dapat ditoleransi dan dikelola, Ma.

Bayi akan merasa nyawanya terancam kalau kebutuhannya tidak terpenuhi. Misalnya, rasa lapar yang tidak terpuaskan. Saat itu terjadi, ia akan dipenuhi dengan emosi.

Kalau ia tidak mendapat ketenangan yang ia butuhkan, sistem sarafnya tidak akan membentuk jalur untuk menenangkan diri di kemudian hari.

Nanti di masa kanak-kanak, perasaan membutuhkan, takut, atau marah bisa memicu kecemasan atau kepanikannya. Lalu, ia meluapkannya tanpa sadar karena tidak bisa menenangkan diri.

9. Bantu anak belajar memecahkan masalah

9. Bantu anak belajar memecahkan masalah
Pexels/Taryn Elliot

Saat kita merasa emosi kita dipahami dan diterima, perasaan itu perlahan akan menghilang. Ini akan memberikan kesempatan untuk memecahkan masalah. Anak mama pun begitu.

Kadang, anak-anak bisa memecahkan masalah sendiri. Kadang, ia membutuhkan bantuan Mama untuk bertukar pikiran.

Namun, jangan sampai Mama menangani masalahnya, kecuali anak Mama yang minta.

Kalau Mama menangani masalahnya tanpa diminta, ia akan merasa Mama tidak percaya bahwa ia bisa menangani masalahnya sendiri.

10. Menjadi role model bagi anak

10. Menjadi role model bagi anak
Freepik/wayhomestudio

Apa yang mereka lihat Mama lakukan akan mereka lakukan juga lho, Ma.

Bagaimana sikap Mama saat berada dalam situasi yang tidak enak? Apakah Mama bisa tetap tenang atau justru mengamuk?

Apakah Mama bisa berempati pada perasaan-perasaan orang di sekeliling Mama?

Kalau Mama bisa tenang dan berempati, anak mama juga akan melakukan hal yang sama.

11. Latih anak untuk menangani amarahnya secara konstruktif

11. Latih anak menangani amarah secara konstruktif
Pexels/Allan Mas

Saat anak Mama marah, coba cari tahu apa yang ada di baliknya. Apakah itu rasa terluka atau takut yang ia lindungi di balik amarahnya?

Sebisa mungkin jangan sampai terseret ke dalam pertengkaran ya, Ma. Saat itulah anak Mama akan menunjukkan apa yang sebenarnya ia rasakan hingga mendorongnya berperilaku buruk.

Kalau sudah begitu, gunakan kata-kata ya untuk menghadapinya. Jangan gunakan paksaan. Jangan biarkan amarah Mama meningkat.

Ingat, Mama adalah panutannya. Anak mama akan mempelajari apa pun yang Mama lakukan.

12. Campur tangan sebelum perasaan Mama lepas kendali

12. Campur tangan sebelum perasaan Mama lepas kendali
Pexels/Ketut Subiyanto

Mama pernah meminta anak melakukan sesuatu, tapi tidak segera dilakukan? Misal, Mama memintanya cuci tangan karena harus makan, tapi ia terus saja bermain.

Kalau Mama memintanya berulang kali, itu tidak akan efektif, Ma. Anak belum tentu akan segera menuruti Mama dan Mama akan semakin emosi.

Kalau Mama membentak, ia justru akan merasa diremehkan dan tidak belajar apa pun dari itu.

Bagaimana mereka bisa belajar menangani perasaan sendiri saat Mama justru hilang kendali dengan perasaan Mama?

Sebelum itu terjadi, tidak ada salahnya Mama membantu melakukan apa yang terlalu sulit ia lakukan sendiri, yaitu menghentikan permainan yang menyenangkan dan pergi cuci tangan.

Mama bisa menjemputnya untuk segera cuci tangan atau bersikeras memintanya membantu Mama sebagai distraksi saat Mama masih dalam keadaan tenang.

13. Hormati perasaan anak tentang orang lain

13. Hormati perasaan anak tentang orang lain
Pexels/Bess Hamiti

Anak mama membutuhkan dorongan Mama untuk mengembangkan pengetahuan emosionalnya sendiri.

Salah satu cara yang bisa Mama lakukan adalah menghormati perasaannya tentang orang lain.

Kalau ia tidak nyaman dipeluk pamannya, ajari saja untuk berjabat tangan.

Saat anak tidak mau bermain dengan beberapa temannya, coba dengarkan alasannya dan bantu pecahkan masalahnya. Namun, tetap biarkan ia membuat keputusan ya, Ma.

Tegaskan padanya untuk memercayai kemampuan dan perasaannya sendiri. Anak mama perlu belajar membuat keputusan sendiri tentang apa yang aman baginya sejak dini.

14. Membicarakan hal-hal sulit yang dialami anak

14. Membicarakan hal-hal sulit dialami anak
Pexels/Arina Krasnikova

Setiap anak punya masalah yang takut ia katakan pada orang lain. Saat-saat seperti itulah ia membutuhkan dukungan dan bimbingan Mama.

Mama perlu mengagendakan waktu khusus secara rutin untuk membicarakan masalah anak.

Bagaimana harinya? Apa saja hal menyenangkan dan tidak menyenangkan yang terjadi padanya hari itu?

Waktu tenang sebelum tidur setelah lampu dimatikan adalah waktu yang tepat untuk melakukannya.

Kombinasi waktu sebelum tidur dan gelap bisa merangsang anak untuk bercerita, lho.

Itulah cara membuat EQ anak tinggi. Semua tips di atas melibatkan pemahaman parenting yang kuat dari orangtua. Agar tingkat keberhasilan lebih tinggi, Mama bisa menerapkannya sejak anak berusia 1 tahun. 

Memang sulit menahan emosi, Ma. Apalagi namanya anak-anak pasti kadang tidak menurut. Hari Mama pun tidak selamanya baik.

Tapi Mama pasti bisa melakukannya! Semangat mencoba, Ma!

Baca juga:

The Latest