Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

Kapan Mengompol pada Anak Masih Wajar dan Kapan Harus Diwaspadai?

Anak laki-laki sedang tidur dan sedang diselimuti
Freepik
Intinya sih...
  • Mengompol Masih Wajar pada Usia 2–5 Tahun. Pada usia ini, anak masih belajar mengendalikan kandung kemih saat tidur, sehingga kebocoran masih tergolong wajar.
  • Usia 6 Tahun sebagai Fase Peralihan. Anak berada pada fase peralihan dalam kemampuan mengontrol kandung kemih, tetapi masih normal jika sesekali mengalami kebocoran.
  • Kapan Anak Membutuhkan Bantuan Profesional? Mengompol secara rutin di atas usia 10 tahun atau setelah pengalaman berat memerlukan konsultasi profesional untuk penanganan yang tepat.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Mengompol sering membuat anak merasa malu atau khawatir, padahal kondisi ini tidak selalu menandakan masalah. Pada tahap tertentu dalam tumbuh kembang, tubuh anak masih belajar mengatur banyak hal, termasuk kemampuan mengontrol kandung kemih saat tidur. Karena itu, sebagian anak masih mengalami kejadian mengompol meski usianya sudah bertambah.

Sebagian orangtua mungkin mengira bahwa anak “seharusnya sudah bisa” berhenti mengompol. Anggapan ini wajar muncul, terutama ketika membandingkan perkembangan anak dengan teman sebayanya. Kenyataannya, setiap anak memiliki proses yang berbeda, dan kemampuan ini berkembang bertahap seiring dengan kematangan sistem saraf dan kondisi emosinya.

Agar orangtua dan anak dapat memahami situasi ini dengan lebih tenang, berikut Popmama.com bagikan rangkuman hal-hal penting mengenai usia yang masih wajar mengompol, tanda yang perlu diperhatikan, dan kapan anak membutuhkan bantuan profesional. Yuk, disimak!

Mengompol Masih Wajar pada Usia 2–5 Tahun

Anak perempuan baru bangun tidur di pagi hari
Freepik/pvproductions

Pada usia 2–5 tahun, mengompol masih tergolong sangat wajar. Menurut Anastasia Satriyo, M.Psi., Psikolog Anak dan Remaja, kondisi ini bukan disebabkan oleh kemalasan. Tubuh anak pada tahap ini memang masih belajar mengendalikan kandung kemih, terutama saat tertidur.

American Academy of Pediatrics (AAP) menjelaskan bahwa kemampuan kontrol kandung kemih di malam hari biasanya berkembang antara usia 4–7 tahun. Proses pematangan ini berlangsung bertahap, sehingga sebagian anak masih mengalami kebocoran saat tidur meskipun usianya sudah bertambah. Pada kondisi seperti ini, Mama dapat mendampingi anak dengan penuh pengertian dan menghindari memberikan tekanan atau menyalahkannya.

Usia 6 Tahun sebagai Fase Peralihan

Anak perempuan duduk di atas sofa dengan menekuk kedua kaki dan terlihat murung
Freepik/jcomp

Memasuki usia 6 tahun, banyak anak berada pada fase peralihan dalam kemampuan mengontrol kandung kemih. Pada tahap ini, sebagian anak mulai menunjukkan keberhasilan untuk tetap kering sepanjang malam, tetapi masih ada yang sesekali mengalami kebocoran. Kondisi tersebut masih dianggap wajar karena proses pematangan saraf setiap anak berbeda.

Menurut penjelasan para ahli, usia 6 tahun merupakan periode ketika tubuh anak mulai semakin siap, namun belum sepenuhnya stabil. Ada malam ketika anak berhasil menahan buang air kecil, tetapi pada malam lainnya ia masih bisa mengompol. Mama dapat membantu dengan menjaga rutinitas tidur yang konsisten dan memastikan anak merasa aman agar proses adaptasi ini berjalan lebih nyaman.

Mulai Usia 7–9 Tahun Perlu Lebih Diperhatikan

Anak perempuan baru bangun tidur
Freepik

Pada usia 7–9 tahun, anak biasanya sudah memiliki kemampuan kontrol kandung kemih yang lebih matang. Jika pada rentang usia ini anak masih mengompol lebih dari dua kali dalam sebulan, kondisi tersebut masuk kategori “zona kuning” dan perlu mulai diperhatikan oleh Mama.

Menurut Anastasia Satriyo, M.Psi., Psikolog Anak dan Remaja, mengompol pada usia ini bisa menjadi sinyal bahwa anak sedang membawa beban tertentu. Beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain stres, kelelahan emosional, kecemasan, atau kebiasaan tidur yang kurang teratur. Tubuh anak dapat memberikan tanda melalui cara yang tidak selalu disadari, termasuk lewat kejadian mengompol.

Pada tahap ini, Mama dapat membantu dengan mengamati perubahan perilaku anak, menanyakan perasaan mereka dengan lembut, serta memastikan rutinitas tidur tetap teratur. Pendekatan yang penuh empati dapat membantu anak merasa aman dan didengar.

Mengompol pada Usia 8–10 Tahun Bisa Berkaitan dengan Emosi

Anak perempuan sedang tidur sambil memeluk boneka
Freepik

Pada usia 8–10 tahun, sebagian besar anak sudah memiliki kontrol kandung kemih yang matang. Ketika anak pada usia ini masih sering mengompol, kondisi tersebut biasanya berkaitan dengan faktor emosional yang lebih jelas. Menurut Anastasia Satriyo, M.Psi., Psikolog Anak dan Remaja, mengompol pada tahap ini sering berhubungan dengan stres, kecemasan, atau tekanan yang dialami anak.

Beberapa perubahan besar dalam kehidupan anak dapat memengaruhi kondisi ini, seperti pindah rumah, tuntutan sekolah, konflik dalam keluarga, atau pengalaman tidak menyenangkan seperti bullying. Tubuh anak dapat merespons tekanan emosional tersebut melalui gejala fisik, termasuk mengompol saat tidur.

Dalam situasi ini, Mama dapat membantu dengan memperhatikan perubahan suasana hati anak, mendengarkan keluhannya tanpa menghakimi, serta menjaga lingkungan rumah tetap aman dan nyaman. Dukungan emosional yang konsisten dapat membantu anak mengelola stres dengan lebih baik.

Kapan Mengompol Menjadi “Red Flag” Psikologis?

Anak perempuan sedangduduk di atas kasur dan terlihat takut saat bangun tidur
Freepik/drobotdean

Pada kondisi tertentu, mengompol dapat menjadi tanda bahwa anak sedang mengalami tekanan emosional yang cukup besar. Anastasia Satriyo, M.Psi., Psikolog Anak dan Remaja, menjelaskan bahwa beberapa situasi perlu diwaspadai karena dapat menunjukkan adanya masalah yang lebih dalam.

Beberapa tanda yang perlu diperhatikan antara lain:

  1. Mengompol kembali setelah lama berhenti, terutama jika terjadi tiba-tiba.
  2. Munculnya perubahan suasana hati, seperti anak menjadi murung, pendiam, atau lebih menempel pada orangtua.
  3. Keluhan fisik yang berkaitan dengan stres, misalnya sakit perut atau sakit kepala tanpa sebab medis yang jelas.
  4. Mengompol setelah pengalaman besar atau berat, seperti pindah sekolah, kelahiran adik, pertengkaran orangtua, perceraian, atau kehilangan orang terdekat maupun hewan peliharaan.
  5. Mengompol secara konsisten pada usia di atas 10 tahun, ketika kemampuan kontrol kandung kemih seharusnya sudah matang.

Jika beberapa tanda tersebut muncul, Mama dapat mulai mempertimbangkan untuk berkonsultasi dengan profesional agar kondisi anak dapat dipahami dan ditangani dengan tepat. Pendekatan yang penuh empati dan tanpa menyalahkan sangat penting untuk menjaga rasa aman pada anak.

Kapan Anak Membutuhkan Bantuan Profesional?

Anak perempuan sedang tiduran di atas kasur sambil memakai selimut
Freepik

Dalam beberapa situasi, mengompol dapat menjadi sinyal bahwa anak membutuhkan pendampingan dari profesional. Menurut Anastasia Satriyo, M.Psi., Psikolog Anak dan Remaja, bantuan ahli dibutuhkan ketika mengompol terjadi secara rutin pada usia yang seharusnya sudah memiliki kontrol kandung kemih yang matang.

Beberapa kondisi yang memerlukan konsultasi profesional antara lain:

  1. Mengompol secara rutin pada usia di atas 10 tahun. Pada tahap ini, kemampuan kandung kemih biasanya sudah berkembang dengan baik, sehingga perlu dicari tahu apa yang menghambatnya.
  2. Mengompol setelah pengalaman berat, seperti trauma, bullying, pindah sekolah, atau konflik dalam keluarga. Kondisi ini menunjukkan kemungkinan adanya regresi sebagai respons terhadap tekanan emosional.
  3. Disertai kecemasan atau perubahan suasana hati, misalnya anak menjadi mudah menangis, menarik diri, atau tampak lebih sensitif.
  4. Ada tanda bahwa refleks primitif belum matang, seperti Spinal Galant atau Moro, yang dapat memengaruhi kemampuan anak mengontrol tubuh saat tidur.
  5. Mengompol membuat anak merasa malu atau kehilangan kepercayaan diri. Dampak psikologis ini penting diperhatikan karena berkaitan dengan konsep diri dan kesehatan mental anak.

Pendampingan dari profesional, seperti psikolog anak atau terapis yang berpengalaman, dapat membantu Mama memahami penyebabnya serta menentukan langkah penanganan yang tepat.

Jenis Terapi yang Dapat Membantu Anak

Anak perempuan sedang duduk di ujung kasur dan terlihat sedih karna sakit
Freepik

Jika anak membutuhkan penanganan lebih lanjut, beberapa jenis terapi dapat membantu mengatasi masalah mengompol. Pendekatan ini dilakukan oleh profesional yang berkompeten agar anak merasa aman selama prosesnya. Menurut penjelasan Anastasia Satriyo, M.Psi., Psikolog Anak dan Remaja, beberapa terapi berikut dapat dipertimbangkan:

1. Play Therapy

Terapi bermain membantu anak mengekspresikan perasaannya dengan cara yang aman dan menyenangkan. Metode ini dilakukan oleh terapis bersertifikat yang rutin melakukan supervisi.

2. Terapi Sensori Integrasi

Terapi ini membantu anak memproses rangsangan sensorik dengan lebih baik sehingga tubuhnya dapat merespons sinyal tidur dan bangun secara lebih optimal.

3. Reflex Integration

Pendekatan ini bertujuan membantu mematangkan refleks primitif, seperti Spinal Galant atau Moro, yang dapat memengaruhi kemampuan anak mengontrol tubuh saat tidur.

4. Evaluasi medis bila diperlukan

Pemeriksaan kesehatan dapat membantu memastikan apakah ada kondisi fisik yang memengaruhi kemampuan anak mengendalikan kandung kemih.

Pendekatan terapi yang tepat dapat membantu Mama memahami penyebab di balik mengompol, sekaligus membantu anak merasa lebih percaya diri dalam proses pemulihannya.

Dengan memahami kapan mengompol pada anak masih wajar dan kapan harus diwaspadai, orangtua dapat mendampingi anak dengan lebih tenang dan penuh empati. Setiap proses tumbuh kembang butuh waktu, dan dukungan yang tepat akan membantu anak merasa aman serta percaya diri. Semoga bermanfaat, ya, Ma!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Novy Agrina
EditorNovy Agrina
Follow Us

Latest in Big Kid

See More

Resep Olahan Nasi Sayur Aman untuk Diet dengan Nasi Gurih Pakcoy

16 Des 2025, 12:05 WIBBig Kid