5 Tanda Anak Butuh Stimulasi Sensori, Mudah Terkejut Salah Satunya

Ma, tanda-tanda bahwa anak membutuhkan stimulasi sensori sering terlihat dari perilaku sehari-hari yang mungkin Mama anggap rewel atau sulit diatur.
Anak yang butuh stimulasi sensori biasanya tampak gelisah, sulit fokus, atau bahkan mencari sensasi dengan cara yang tidak biasa seperti menggigit mainan atau menabrakkan diri.
Selain itu, anak bisa menunjukkan reaksi berlebihan terhadap suara, sentuhan, atau bau tertentu, atau malah bergerak terlalu hati-hati atau kasar.
Peran Mama sangat penting untuk mengenali tanda-tanda ini agar stimulasi yang tepat bisa diberikan sejak dini, sehingga tumbuh kembang anak bisa optimal dan mereka dapat mengelola emosi serta energi dengan lebih baik di lingkungan sekitar.
Lalu, apa saja tanda-tanda si Kecil jika membutuhkan stimulasi sensori? Dalam artikel ini, Popmama.com akan menjelaskan apa saja tanda-tandanya, yuk disimak!
1. Anak sering marah tanpa sebab yang jelas

Anak yang sering marah tanpa sebab yang jelas bisa jadi merupakan tanda bahwa ia membutuhkan stimulasi sensori.
Hal ini terjadi karena gangguan pemrosesan sensorik membuat otak anak kesulitan mengelola rangsangan dari indera seperti suara, sentuhan, cahaya, atau tekstur.
Akibatnya, anak menjadi mudah merasa kewalahan, frustrasi, dan sulit mengendalikan emosinya, sehingga sering meluapkan kemarahan atau tantrum tanpa alasan yang tampak jelas.
Gangguan sensorik ini bisa membuat anak menjadi sangat sensitif terhadap rangsangan tertentu, misalnya suara keras, pakaian yang terasa tidak nyaman, atu sentuhan yang dianggap menyakitkan oleh mereka.
Oleh karena itu, sebagai Mama, penting untuk mengenali tanda-tanda tersebut agar anak mendapatkan stimulasi sensorik yang tepat sejak dini, yang bisa membantu mereka mengelola rangsangan dengan lebih baik dan menenangkan emosinya.
2. Mudah terkejut atau takut suara

Anak yang mudah terkejut atau takut terhadap suara merupakan tanda bahwa ia mungkin membutuhkan stimulasi sensori karena otaknya sulit mengelola rangsangan sensorik dari lingkungan sekitar.
Kondisi ini dikenal sebagai gangguan pemrosesan sensorik (sensory processing disorder), di mana anak bereaksi berlebihan terhadap rangsangan seperti suara yang bagi anak lain terdengar biasa.
Suara keras atau tiba-tiba bisa membuat anak merasa kewalahan, takut, atau terkejut berlebihan karena otaknya menganggap rangsangan itu sebagai ancaman atau terlalu mengganggu.
Reaksi berlebihan ini bukan sekadar perilaku manja atau rewel, melainkan respons tubuh atas kesulitan dalam mengatur dan menyesuaikan diri dengan rangsangan luar.
Anak dengan sensitivitas sensorik tinggi juga bisa menunjukkan gejala lain seperti mudah menutup telinga, menghindari lingkungan bising, atau kesulitan fokus karena terganggu oleh suara.
Hal ini dapat membuat anak merasa tidak nyaman dan emosional, yang bisa berujung pada perilaku marah atau tantrum.
3. Terlalu aktif atau justru terlalu pasif

Pada anak yang terlalu aktif, kondisi ini biasanya terjadi karena anak kurang peka terhadap rangsangan sensorik (hiposensitivitas).
Anak seperti ini cenderung selalu mencari stimulasi lebih banyak agar bisa "merasakan" atau merespons rangsangan.
Oleh karena itu, mereka sering bergerak terus-menerus, melompat, menabrak, atau sulit duduk diam. Perilaku ini merupakan usaha anak untuk mendapatkan cukup rangsangan yang dibutuhkan otaknya agar tetap terstimulasi dan dapat berfungsi normal.
Anak yang hiperaktif ini sebenarnya membutuhkan stimulasi sensori yang tepat untuk membantu mengatur aktivitas saraf dan emosinya.
Sebaliknya, anak yang terlalu pasif atau terlihat sangat tenang bisa jadi mengalami hipersensitivitas sensori, di mana mereka sangat sensitif terhadap rangsangan sehingga cenderung menghindari atau mengabaikan stimulus.
Anak seperti ini dapat terlihat menarik diri, sulit bergabung dengan lingkungan, atau kurang responsif terhadap rangsangan di sekitarnya.
Mereka bisa tampak pendiam dan menarik diri bukan karena malas, tetapi tubuh dan otaknya berusaha melindungi diri dari rangsangan yang dirasakan berlebihan atau mengganggu.
4. Sering GTM atau pilih-pilih makanan

Pada anak dengan kebutuhan stimulasi sensori, makan bukan hanya soal rasa lapar, tapi juga bagaimana otak dan tubuh mereka merespons berbagai sensasi dari makanan.
Jika makanan memiliki tekstur yang terlalu keras, lengket, atau berbeda dari kebiasaan mereka, anak bisa merasa tidak nyaman bahkan ingin menolak makanan tersebut.
Ini disebut sensory food aversion, di mana anak menolak makanan karena sensitivitas sensorik terhadap sifat fisik makanan.
Bahkan, anak bisa muntah atau merasa mual hanya dengan mencium atau melihat makanan tertentu.
Selain penolakan terhadap beberapa makanan, anak yang butuh stimulasi sensori juga bisa menunjukkan gejala lain seperti kesulitan mentoleransi suara keras, tekstur pakaian, atau rutinitas harian lainnya.
Sebab itu, pilihan makanan yang sangat terbatas dan perilaku GTM bukan sekadar "pilih-pilih" biasa, melainkan sinyal bahwa anak memerlukan stimulasi yang tepat agar ia bisa beradaptasi dengan rangsangan sensorik dan merasa nyaman saat makan.
5. Sering gelisah dan sulit fokus

sering gelisah dan sulit fokus terjadi karena sistem saraf anak mungkin belum mendapatkan cukup rangsangan sensorik yang dibutuhkan untuk mengatur perhatian dan energi tubuhnya dengan baik.
Ketika stimulasi sensorik kurang, anak akan kesulitan menenangkan diri, mengorganisasi gerakan, dan mengatur fokus saat bermain atau belajar, sehingga tampak gelisah dan mudah terdistraksi.
Perilaku gelisah atau sulit fokus ini bukan hanya soal anak yang "tidak mau diam" atau "nakal," melainkan sinyal bahwa otak anak memerlukan lebih banyak input dari indera untuk membantu sistem sarafnya berkembang secara optimal.
Misalnya, anak membutuhkan stimulasi dari berbagai aktivitas yang melibatkan sentuhan, gerak, dan keseimbangan agar otak dan tubuhnya bisa belajar menyesuaikan dan mengelola rangsangan dari lingkungan dengan lebih baik.
Itu dia beberapa tanda bahwa si Kecil sedang membutuhkan stimulasi sensori. Mama dapat memerhatikan tanda tersebut pada si Kecil dan harus segera ditangani agar si Kecil tumbuh dengan optimal!



















