Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

7 Cara Obati Hati Anak Remaja Setelah Terluka karena Pertemanan

Dua anak perempuan berlari di pantai
Pexels/Kampus Production

Ma, perjalanan menuju masa adolesens penuh dengan banyak gejolak, terutama secara emosional. Anak sedang belajar meregulasi hubungannya dengan orang lain, belajar untuk menyelesaikan masalah sendiri, juga belajar menerima bahwa mungkin ada beberapa hal yang tidak bisa ia ubah atau miliki. 

Ia juga sedang memahami bahwa ada hal-hal di luar kendali, yang bagaimanapun usahanya, tidak bisa ia “menangkan”. Termasuk salah satunya adalah masalah pertemanan.

Manusia adalah individu yang kompleks. Kita tidak bisa dengan mudah berkata, “dia pasti baik” atau “dia pasti jahat”, karena setiap tindakan manusia memiliki sebab dan akibat. 

Pada usia 10–12 tahun, menjelang masa remaja, anak-anak mungkin baru mulai menyadari kenyataan ini. Tak heran jika muncul rasa syok ketika apa yang mereka harapkan dari orang lain ternyata tidak sesuai kenyataan.

Yang perlu Mama ajarkan adalah rasa “tidak apa-apa”, rasa menerima. Orangtua tetap perlu hadir di samping remaja saat mereka mengalami naik-turun emosi yang belum sepenuhnya bisa mereka pahami sendiri ini.

Apa yang Mama bisa lakukan untuk menemaninya? Yuk, baca artikel Popmama.com berikut ini tentang 7 langkah menghibur remaja yang terluka karena pertemanan. Simak sampai tuntas ya, Ma, karena mungkin ini tidak sesederhana yang Mama bayangkan.

1. Pahami dampak emosional dari putusnya pertemanan

Dua teman saling memeluk
Pexels/Alina Matveycheva

Bagi anak dan remaja, putusnya pertemanan bisa terasa sama menyakitkannya seperti putus cinta. Di masa praremaja dan remaja, emosi sedang berada dalam tahap yang sangat sensitif, sehingga kehilangan sahabat dekat bisa terasa sangat menyedihkan dan membingungkan. 

Anak mungkin kehilangan sistem dukungan yang selama ini memberinya rasa aman, dimengerti, dan diterima. Tanpa itu, ia bisa merasa sendirian dan terisolasi di sekolah.

Bagi anak yang lebih muda, alasan berakhirnya pertemanan sering kali sulit dipahami, sehingga mereka bisa menyalahkan diri sendiri atau merasa kurang percaya diri secara sosial. 

Tak jarang juga muncul ketakutan menjalani pertemanan lain di masa depan. Itulah sebabnya, penting bagi orangtua untuk hadir dan memahami bahwa ini bukan hal sepele bagi mereka.

2. Biarkan anak melewati masa sedihnya

Dua anak perempuan tertawa satu sama lain
Pexels/Eren Li

Putus pertemanan bisa terasa sangat menyakitkan, apalagi jika teman tersebut pernah menjadi bagian penting dalam hidup anak. Tidak ada batas waktu pasti bagi mereka untuk "cepat move on", karena kesedihan butuh waktu untuk diproses. 

Bahkan jika anak tidak tahu alasan pertemanan itu berakhir, tetap penting untuk membiarkannya bersedih agar bisa benar-benar pulih. Saat anak merasa sedih dalam waktu lama, orangtua bisa membantu dengan mengingatkan bahwa rasa sedih adalah bagian dari jalan menuju kebahagiaan kembali.

Selain itu, remaja biasanya ingin memahami apa yang salah. Jika memungkinkan, dukung anak untuk merefleksikan situasi tersebut. Namun, penting untuk diingat bahwa barangkali teman lamanya itu belum tentu mau menjelaskan atau membuka kembali cerita lama.

Kalau memang tidak bisa bicara langsung dengan temannya, Mama bisa membantu anak merenungi apa yang terjadi, tanpa sekalipun menghakiminya, mendengarkan dengan penuh empati. Perspektif dari orang dewasa bisa membantu anak melihat situasi lebih jernih.

Tapi ingat ya, semua ini tetap bersifat praduga. Jika tidak ada penjelasan langsung dari teman yang bersangkutan, pembelajaran ini lebih cocok dilihat sebagai refleksi daripada sebagai kepastian. Mama tidak bisa terlalu ikut campur dalam masalah personal mereka juga.

3. Setiap pertemanan melibatkan dua arah

Tiga anak yang bermain robot
Pexels/Vanessa Loring

Saat anak mengalami putus pertemanan, mereka sering kali cenderung menyalahkan diri sendiri sepenuhnya. Padahal, tidak pernah ada hubungan yang hanya bergantung pada satu pihak.

Setiap pertemanan adalah hubungan dua arah. Rasa bersalah yang berlebihan bisa muncul karena dua hal: pertama, anak mungkin terbiasa disalahkan sejak kecil, atau kedua, mereka sedang berjuang memahami konsep apa itu ‘keadilan’ secara emosional.

Anak-anak dengan ADHD atau kondisi neurodivergent lainnya sering kali lebih banyak mendapat koreksi dan teguran, sehingga mereka cenderung tumbuh dengan keyakinan bahwa kesalahan selalu ada pada mereka. 

Maka, saat pertemanan berakhir, penting bagi orangtua untuk membantu anak melihat situasinya secara lebih adil dan utuh.

Dibutuhkan waktu untuk sampai ke tahap refleksi ini. Namun, dengan dukungan orangtua, anak bisa belajar melihat apa yang sebenarnya terjadi tanpa terlalu bergantung pada opini orang lain yang tidak mengenal mereka dengan baik.

Perspektif ini penting agar anak tidak larut dalam rasa bersalah yang tidak perlu dan bisa tumbuh dengan cara pandang yang lebih sehat terhadap hubungan sosial.

4. Istirahat sejenak dari media sosial

Ilustrasi gadget dan anak perempuan
Pexels/Katerina Holmes

Di era sekarang, media sosial menjadi bagian besar dari kehidupan remaja. Namun sayangnya, platform seperti Instagram, TikTok, atau Snapchat juga bisa memperburuk perasaan mereka setelah konflik pertemanan terjadi. 

Respons dari temannya yang tidak dapat diprediksi akan membuat kekhawatiran berkepanjangan, apalagi jika anak tiba-tiba tidak direspons lagi atau di- “ghosting” tanpa penjelasan. 

Situasi ini bisa membuat mereka merasa bingung, merasa ditolak, rendah diri dengan diri mereka sendiri. Mama dapat menyarankan anak mengambil jeda dari media sosial sejenak.

Memberi ruang dari dunia digital bisa membantu mereka memulihkan emosi, berpikir lebih jernih, dan fokus pada proses pemulihan diri.

5. Ajak anak keluar rumah dan isi waktunya dengan hal positif

Mama mengajak anak keluar
Pexels/Kindel Media

Setelah mengalami putus pertemanan, penting bagi anak untuk tidak terlalu lama tenggelam dalam kesedihan. Salah satu cara yang bisa Mama lakukan adalah dengan mengajaknya keluar rumah.

Bisa sesederhana jalan-jalan sore, makan di luar, nonton film, pergi ke mal, atau mengikuti acara menarik di kota. Tujuannya bukan untuk mengalihkan perasaan, tapi untuk mencegah anak terlalu lama terjebak dalam pikiran-pikiran negatif yang justru memperburuk suasana hati.

Tak perlu mengisi seluruh hari mereka, cukup pastikan ada aktivitas bermakna di waktu-waktu rawan saat mereka cenderung merenung sendirian. Momen-momen ini juga bisa jadi kesempatan Mama membangun kembali kedekatan emosional dan menciptakan kenangan baru bersama.

6. Bantu anak belajar dari pengalaman dan terhubung kembali dengan orang lain

Tiga anak laki-laki duduk di taman
Pexels/Ahmet Kerem Burak

Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, termasuk mengatakan hal yang menyakitkan tanpa sengaja. Jika anak mengalami putus pertemanan, ini bisa menjadi momen yang tepat untuk membantu mereka merefleksikan peran mereka sendiri dalam situasi tersebut. 

Ajak mereka berpikir lebih dalam lewat pertanyaan terbuka seperti, “Menurut kamu, apakah ucapanmu mungkin punya dampak pada hubungan kalian?” Cara ini dapat membantu anak belajar dari pengalaman dan bertumbuh secara emosional. 

Selain itu, walaupun mereka sedang sedih, dorong anak untuk kembali berinteraksi dengan teman lama atau mencoba membangun pertemanan baru. 

Misalnya, jika mereka sudah ikut tim futsal atau klub sekolah, ajak mereka untuk lebih aktif terlibat. Bisa juga cari kegiatan volunteer atau hobi baru yang mempertemukan mereka dengan orang-orang baru. 

Anak bisa belajar bahwa kehilangan satu teman bukan akhir segalanya dan masih banyak peluang sosial lain yang bisa membangun kepercayaan diri mereka kembali.

7. Pertimbangkan bantuan profesional jika gejalanya makin serius

Kedua anak perempuan yang bersahabat baik
Pexels/Artem Podrez

Sebagian besar remaja akan bisa melewati masa sulit akibat putus pertemanan secara alami, lalu membentuk relasi baru dan belajar dari pengalaman tersebut. Namun, jika anak tampak menarik diri dalam jangka waktu lama, menunjukkan tanda-tanda depresi, atau prestasi akademiknya menurun, mungkin ini saat yang tepat untuk mempertimbangkan bantuan profesional. 

Psikolog atau terapis dapat membantu anak memahami dan mengelola emosinya secara sehat, sekaligus memberikan sudut pandang objektif dan strategi coping agar anak tidak merasa sendirian dalam menghadapi perasaannya. Ini mungkin akan mereka butuhkan pula di kemudian hari.

Itulah dia 7 langkah menghibur remaja yang terluka karena pertemanan. Ingat bahwa selalu kedepankan empati ketika mereka bercerita ya, Ma.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Novy Agrina
EditorNovy Agrina
Follow Us