Surat-Surat Kartini Resmi Masuk Memory of the World

Tepat pada pengumuman daftar Memory of the World 11 April lalu, Indonesia dan Belanda akhirnya mendapat kabar menggembirakan: Surat-surat Kartini resmi diakui dan masuk dalam daftar Memory of the World (MoW) UNESCO 2025.
Selain Surat Kartini, dua warisan dokumenter lainnya yang turut diakui adalah Arsip Tarian Jawa Khas Mangkunegaran dan Syair Hamzah Fansuri, yang diusulkan bersama oleh Indonesia dan Malaysia.
Kabar ini tentu menjadi kabar menggembirakan, terutama karena tanggalnya yang mendekati 21 April, Hari Kartini sendiri.
Dengan penambahan ini, Indonesia kini memiliki 16 warisan dokumenter yang tercatat dalam daftar MoW UNESCO.
Ini adalah sebuah langkah maju dalam diplomasi budaya, sebagai upaya penting untuk melestarikan, merayakan, dan memperkenalkan kekayaan intelektual serta sejarah bangsa Indonesia ke dunia internasional.
Kartini menulis surat-suratnya antara tahun 1889 hingga 1904. Kumpulan surat tersebut pertama kali diterbitkan pada tahun 1911 oleh Jacques Henrij Abendanon, Direktur Pendidikan Kolonial saat itu.
Abendanon memilih dan menyunting surat-surat yang ia anggap layak untuk diterbitkan, dan sebagian dari surat itu dimuat dalam buku Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang), yang berisi korespondensi Kartini dengan sepuluh orang Eropa.
Surat-surat ini merefleksikan pemikiran Kartini tentang emansipasi perempuan, pentingnya pendidikan bagi anak perempuan, serta kritiknya terhadap sistem feodal yang masih mengakar kuat pada zamannya.
Berikut ini adalah 8 fakta surat-surat Kartini, difiturkan khusus oleh Popmama.com untuk merayakan Hari Kartini. Baca hingga selesai, yuk, Ma!
1. Menjadi perempuan, harus berani

"Bahkan sejak aku kecil, kata emansipasi sudah terdengar indah di telingaku."
Demikian sepenggal kalimat dari surat Kartini kepada J.H. Abendanon, yang menggambarkan betapa sejak usia dini ia telah terpesona oleh gagasan tentang kebebasan dan kesetaraan.
Bagi Kartini, menjadi perempuan bukan berarti sekadar menerima takdir, tetapi juga berani mempertanyakan dan melampaui batas-batas yang dipaksakan oleh tradisi dan sistem sosial pada masanya.
Dalam banyak suratnya, ia tidak hanya menuangkan kegelisahan terhadap perlakuan tidak adil yang diterima kaum perempuan, tapi juga menyusun cita-cita tentang dunia yang lebih adil, di mana perempuan bisa belajar, berpikir, dan menentukan arah hidupnya sendiri.
Bagi Kartini, emansipasi bukan sekadar soal hak, melainkan juga soal keberanian—keberanian untuk berpikir, berbicara, dan bertindak di tengah masyarakat yang sering kali enggan mendengar suara perempuan.
2. Perannya dalam pergerakan dan kebangkitan nasional

Perannya dalam pergerakan dan kebangkitan nasional sering kali luput dari sorotan.
Gagasan-gagasannya tentang emansipasi dan pendidikan perempuan kemudian diinterpretasikan ulang oleh para nasionalis Indonesia untuk mendukung cita-cita pembentukan negara bangsa.
Dalam bagian penutup bukunya Kartini Sebuah Biografi (1979), Sitisoemandari Soeroto menegaskan bahwa Kartini memiliki posisi istimewa dalam sejarah Indonesia modern, bahkan disebut sebagai "Ibu Nasionalisme."
Ia menjelaskan bahwa gagasan tentang kebangsaan yang tersirat dalam surat-surat Kartini turut mendorong lahirnya diskusi-diskusi awal mengenai nasionalisme.
Kemunculan kelompok-kelompok diskusi semacam itu, baik di Belanda maupun di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari pengaruh pemikiran Kartini yang mulai tersebar luas setelah terbitnya kumpulan suratnya Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang) pada tahun 1911.
2. Karyanya diakui oleh Eleanor Roosevelt

Eleanor Roosevelt adalah firstlady Amerika Serikat pada masa Franklin D. Roosevelt (1933–1945). Dalam salah satu edisi terjemahan bahasa Inggris dari Habis Gelap Terbitlah Terang, Eleanor Roosevelt menulis kata pengantar yang memuji pribadi Kartini.
Ia menganggap surat-surat Kartini sangat mengagumkan karena menggambarkan kehidupan dan semangat yang dibawanya pada zamannya.
Dari perspektif Barat, Roosevelt percaya bahwa surat-surat tersebut menawarkan wawasan baru dan perspektif berbeda dalam kajian gender dan feminisme.
3. Turut bersumbangsih dalam kemajuan pers perempuan
-HRDvfeFdsSL1mzWRRnGLIt3zsR1YHMIg.png)
Kartini turut menginspirasi kemunculan berbagai pers perempuan di Indonesia.
Meskipun tidak terlibat langsung, gagasan-gagasannya tentang emansipasi perempuan berpengaruh pada tokoh-tokoh seperti Tirto Adhi Soerjo—Bapak Pers Indonesia yang kemudian juga mendirkani Poetri Hindia sebagai pers perempuan pertama di Indonesia.
Selain Tirto, Kartini juga menginspirasi secara langsung Roehana Koeddoes dalam mendirikan surat kabar Soenting Melajoe.
5. Perjalanan panjang pendaftaran Memory of the World

Daftar Memory of the World 2025 ini baru saja diresmikan pada Sidang Dewan Eksekutif UNESCO ke-221 yang sedang berlangsung hingga saat ini (2–17 April 2025) di Paris, Prancis.
Dari 122 nominasi yang diajukan oleh seluruh negara di dunia, Indonesia berhasil mendaftarkan 5, dan kumpulan surat ini menjadi salah satunya.
Masuknya surat-surat Kartini dalam daftar ini tidak bisa dikatakan sebagai sesuatu yang mudah. Upaya ini sudah dilangsungkan sejak tahun 2023 lalu oleh kedua belah pihak.
Di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) sendiri, ada Komite Memory of the World yang bertugas untuk menangani ini, mulai dari 1 November 2021 sampai dengan 31 Oktober 2025 ke depan.
Komite ini terdiri dari perwakilan dari berbagai instansi pemerintah, organisasi budaya, dan lembaga lain yang terlibat dalam pelestarian dan promosi warisan dokumenter di Indonesia.
Surat-surat ini, terutama merujuk ke sebagian besar surat yang dipublikasikan oleh Abendanon, mencerminkan pemikiran Kartini mengenai emansipasi perempuan, pentingnya pendidikan bagi anak perempuan, dan kritik terhadap tradisi feodal.
Arsip yang asli dari dokumen ini kini disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Arsip Nasional Belanda, dan Arsip Nasional Republik Indonesia.
6. Sadar akan posisi dan privilesenya

Kartini berasal dari kaluarga aristokrat yang terpandang. Ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, adalah seorang Bupati Jepara. Lingkungan ningrat inilah yang memberinya akses pada pendidikan.
Ia bisa dibilang termasuk dari sedikitnya perempuan Indonesia yang mendapatkan kesempatan bersekolah sejak usia 6 tahun. Pada masa itu, perempuan yang sudah tua sekalipun belum tentu bisa membaca, apalagi bersekolah.
Salah satu momen yang membuka kesadaran Kartini adalah saat ia menghadiri sebuah perayaan publik bersama dua saudarinya. Sebagai putri bangsawan, mereka diizinkan ikut serta dalam acara tersebut.
Dalam perjalanan itu, Kartini merasakan kegembiraan dan keindahan yang belum pernah ia alami sebelumnya.
Di perjalanan itu, Kartini merasakan kegembiraan dan keindahan yang belum pernah dialami sebelumnya.
Namun, ia segera menyadari bahwa kebahagiaan itu hanya dapat dirasakan berkat status sosialnya, yang bahkan lebih tinggi dibandingkan putri-putri bupati yang lain.
Kesadaran ini kemudian mendorong Kartini mewujudkan cita-cita besarnya: ia ingin gadis-gadis Jawa lainnya juga dapat merasakan kebahagiaan dan kebebasan seperti yang pernah ia alami, tanpa memandang latar belakang mereka.
7. Kartini tidak hanya menulis surat kepada orang Belanda

Surat-surat yang diterbitkan dalam Habis Gelap Terbitlah Terang barang tentu menjadi bias karena seleksi yang dilakukan Jacques Henrij Abendanon.
Kita perlu mengingat ia adalah Menteri Pendidikan, Agama, dan Industri di Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda pada masa itu.
Sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan kolonial, ia memiliki misi untuk menyebarkan narasi politik etis.
Dokumen tersebut diterbitkan 7 tahun setelah meninggalnya Kartini, dan dari total 300 surat yang dikumpulkan, hanya 100 yang masuk dalam buku.
Memang, koleksi Abendanon hanyalah korespondensi Kartini dengan orang-orang Eropa. Namun, dari implikasi dari beberapa surat tersebut, ada indikasi bahwa Kartini juga berkorespondensi dengan kaum muda.
Kaum muda merujuk sekelompok siswa dari STOVIA dan OSVIA, yang menjadi cikal bakal Boedi Oetomo, motor penggerak nasionalisme pada masa itu.
8. Suratnya kini bisa diakses secara digital
Meski surat-surat dalam Habis Gelap Terbitlah Terang tidak lengkap, namun keseluruhan surat yang dipegang Abendanon sudah dapat diakses pada Digital Collections KITLV Leiden.
Melalui platform digital ini, masyarakat umum, peneliti, dan pelajar dari seluruh dunia kini dapat membaca surat-surat asli Kartini secara utuh.
Akses ini menjadi langkah penting dalam pelestarian warisan intelektual Kartini sekaligus membuka ruang lebih luas untuk memahami pemikiran dan perjuangannya secara mendalam.
Itu dia rangkuman Popmama.com mengenai 8 fakta surat-surat Kartini. Sebagai sesama perempuan yuk, Ma, kita lanjutkan dan hidupkan terus warisan semangat Kartini!