Cara Membimbing Anak Memilih Teman yang Baik, Orangtua Harus Tahu!

Pertemanan adalah bagian penting dalam tumbuh kembang anak. Lewat interaksi dengan teman, anak belajar bersosialisasi, berbagi, dan memahami nilai-nilai seperti empati, kerja sama, serta kejujuran.
Namun tidak semua pertemanan membawa pengaruh positif lho, Ma. Di usia yang masih labil, anak sangat mudah meniru sikap atau kebiasaan teman sebayanya, baik yang membangun maupun yang justru merugikan.
Inilah alasan Mama dan Papa perlu hadir dan membimbing anak dalam memilih teman yang baik.
Tujuannya bukan untuk mengatur secara berlebihan, melainkan agar anak bisa membangun relasi yang sehat, aman, dan mendukung perkembangan emosional serta sosialnya.
Kali ini Popmama.com akan membahas informasi seputar cara membimbing anak memilih teman yang baik. Disimak ya!
1. Ajarkan anak untuk tetap jadi diri sendiri

Saat anak ingin diterima dalam kelompok pertemanan, terkadang mereka merasa perlu berubah agar cocok dengan teman-temannya.
Misalnya, pura-pura suka sesuatu yang sebenarnya tidak disukai, mengikuti gaya bicara atau sikap teman, bahkan menoleransi perilaku buruk hanya agar tidak dikucilkan.
Orangtua perlu mengajarkan bahwa pertemanan yang sehat tidak mengharuskan anak menjadi orang lain. Teman yang baik akan menerima anak apa adanya, bukan karena dibuat-buat.
Dorong anak untuk percaya diri dengan keunikannya sendiri dan bangga dengan apa yang membuat mereka berbeda.
Hal ini akan membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang autentik, tidak mudah terpengaruh, dan lebih kuat secara emosional.
2. Bantu anak memahami bahwa tidak demua orang harus menyukainya

Salah satu hal penting yang perlu dipahami anak sejak kecil adalah kenyataan bahwa tidak semua orang akan menyukainya, dan itu bukan masalah.
Dalam pertemanan, akan selalu ada orang yang cocok dan nyambung, tapi juga ada yang mungkin tidak sejalan.
Ini bukan berarti ada yang salah dengan anak, melainkan memang setiap orang punya kepribadian dan selera yang berbeda.
Ma, ajarkan anak untuk tidak terlalu memaksakan diri agar disukai semua orang. Lebih baik fokus pada membangun hubungan dengan teman-teman yang menghargai dan memperlakukan mereka dengan baik.
Dengan begitu, anak akan lebih siap secara mental dan tidak mudah merasa rendah diri saat menghadapi penolakan atau perbedaan pendapat.
3. Tanamkan bahwa teman yang cocok tidak selalu datang dengan cepat

Dalam proses berteman, wajar jika anak merasa kesepian atau sulit menemukan teman yang benar-benar cocok.
Nah, Mama dan Papa bisa membantu anak memahami bahwa menemukan teman yang baik dan sejalan memang butuh waktu, lho. Tidak semua orang yang ditemui hari ini akan langsung menjadi sahabat.
Dorong anak untuk bersabar dan tetap terbuka pada pertemanan baru tanpa terburu-buru. Sambil menunggu datangnya teman yang tepat, anak bisa fokus memperkuat rasa percaya diri dan memperbaiki cara berkomunikasi.
Saat teman yang cocok sudah bertemu, anak sudah siap membangun hubungan yang sehat dan saling mendukung.
4. Ajarkan anak untuk berani bilang tidak dan memahami respons teman yang sehat

Ma, anak perlu tahu bahwa mereka punya hak untuk berkata tidak jika merasa tidak nyaman, tidak setuju, atau tidak ingin melakukan sesuatu.
Entah itu ajakan bermain, ikut-ikutan hal yang tidak disukai, atau dorongan untuk melanggar aturan. Mengajarkan anak untuk berani berkata tidak adalah bagian penting dari membentuk rasa percaya diri dan batasan pribadi.
Orangtua juga bisa menjelaskan bahwa teman yang baik tidak akan memaksa. Jika anak berkata tidak dan temannya tetap menghargai keputusan itu, berarti hubungan tersebut sehat.
Sebaliknya, jika teman memaksa, mengejek, atau marah karena penolakan, itu tanda bahwa pertemanan itu perlu dievaluasi.
Dengan bekal ini, anak akan lebih mudah membedakan mana teman yang benar-benar peduli dan mana yang hanya ingin menang sendiri.
5. Ajarkan anak untuk menjauh dari teman yang membuat tidak nyaman

Tidak semua pertemanan layak dipertahankan, apalagi jika terus-menerus membuat anak merasa tertekan, sedih, atau tidak aman.
Anak perlu tahu bahwa mereka berhak menjaga jarak dari orang-orang yang sikapnya menyakiti, meremehkan, atau membuat mereka kehilangan rasa percaya diri.
Orangtua bisa mengajarkan bahwa kadang, pergi dari hubungan yang tidak sehat bukan berarti lemah, justru itu tanda sayang pada diri sendiri.
Menjauh bukan berarti membenci, tapi bentuk keberanian untuk melindungi perasaan dan kenyamanan pribadi.
Dengan memahami ini, anak akan belajar memprioritaskan kesejahteraan emosionalnya, tanpa merasa bersalah saat harus meninggalkan hubungan yang tidak baik.
6. Tanamkan bahwa pertemanan yang sehat itu adalah kualitas bukan kuantitas

Anak sering kali berpikir bahwa punya banyak teman berarti lebih disukai atau lebih keren. Padahal, pertemanan yang sehat bukan diukur dari seberapa ramai lingkaran sosialnya, tapi dari siapa yang benar-benar membuat anak merasa nyaman jadi diri sendiri.
Orangtua bisa membantu anak memahami bahwa satu atau dua teman yang membuatnya merasa dihargai, didukung, dan berkembang menjadi pribadi yang lebih baik, jauh lebih berharga daripada banyak teman yang hanya hadir saat senang saja.
Teman yang baik adalah mereka yang membuat anak berani jujur pada dirinya sendiri, memberi semangat saat sulit, dan tetap menerima tanpa syarat.
Itulah informasi mengenai cara membimbing anak memilih teman yang baik. Semoga bermanfaat ya, Ma!