Selapanan sebagai peringatan weton bayi
Bagi masyarakat Jawa, selapanan dilakukan untuk memperingati weton atau hari lahir bayi. Momen ini dianggap penting karena diyakini berpengaruh pada karakter, nasib, dan kondisi lahir batin sang anak.
Selapanan sebagai upaya perlindungan dan keselamatan
Selapanan dilakukan sebagai bentuk doa agar bayi mendapat keselamatan dan keberkahan. Tradisi ini juga diyakini memberi perlindungan dari gangguan ghaib, mengingat bayi masih dianggap rentan dan belum bisa melindungi diri sendiri.
Selapanan sebagai ajang bersosialisasi
Tradisi selapanan menjadi momen untuk mempererat hubungan sosial dan spiritual. Lewat acara ini, bayi diperkenalkan kepada keluarga dan tetangga, dengan harapan kelak tumbuh menjadi pribadi yang mudah bergaul. Orang tua juga berbagi makanan sebagai bentuk sedekah dan ungkapan syukur, sekaligus memperkuat rasa kebersamaan dan hidup rukun dalam masyarakat.
Mengenal Selapanan, Tradisi Selamatan untuk Bayi Berusia 35 Hari

Setiap fase tumbuh kembang bayi selalu menjadi momen spesial bagi orangtua. Tak heran, banyak budaya di Indonesia memiliki tradisi khusus untuk menandai tahap-tahap penting dalam kehidupan si Kecil. Salah satunya adalah selapanan, tradisi selamatan yang dilakukan saat bayi genap berusia 35 hari.
Tradisi ini masih dilestarikan di berbagai daerah, terutama di masyarakat Jawa. Meskipun terlihat sederhana, selapanan punya makna mendalam. Selain sebagai ungkapan rasa syukur, tradisi ini juga dipercaya sebagai bentuk doa dan perlindungan agar bayi tumbuh sehat, selamat, dan diberi masa depan yang baik.
Nah, dari pada Mama penasaran dengan tradisi selapanan, di bawah ini Popmama.com sudah merangkum informasi terkait selapanan, sebuah tradisi selamatan untuk bayi berusia 35 hari.
Apa Itu Tradisi Selapanan?

Tradisi selapanan merupakan adat yang masih dijunjung tinggi oleh masyarakat Jawa hingga saat ini. Tradisi ini menjadi pengingat bagi orangtua bahwa anaknya telah bertambah usia dan sedang memasuki fase perubahan baik secara fisik, mental, maupun batin.
Orang Jawa percaya bahwa menjelang usia 35 hari, bayi bisa menunjukkan tanda-tanda seperti suhu tubuh yang meningkat, perasaan gelisah, atau lebih sering menangis. Bila sebagian orang menganggapnya hal biasa, masyarakat Jawa mengaitkannya dengan weton atau perhitungan hari kelahiran si bayi.
Selain itu, selapanan juga menjadi bentuk rasa syukur orangtua kepada Sang Pencipta atas kelahiran dan titipan anak yang diberikan.
Makna-makna yang Terkandung Dalam Tradisi ini

Makna yang terkandung dalam tradisi selapanan sebagai simbol kelahiran bayi bagi masyarakat Jawa dapat dirangkum sebagai berikut:
Rangkaian Acara yang ada Dalam Selapanan

Meski bisa berbeda-beda tergantung daerah dan keluarga, ini beberapa rangkaian umum dalam tradisi selapanan:
Pencukuran rambut bayi: Acara diawali dengan pembacaan selawat, lalu bayi digendong oleh salah satu orangtuanya dan dibawa keluar rumah. Bayi kemudian dibawa mengelilingi para tamu sebanyak tiga kali sebagai bagian dari prosesi sebelum pencukuran rambut.
Pembacaan surah-surah Al Qur'an: Dalam upacara selapanan, dibacakan surah-surah Al Qur'an yang dikenal sebagai "surah tujuh", yaitu surah Al Mulk, Ar Rahman, Al Fatah, Al Kahfi, Al Waqiah, Maryam, dan Yusuf.
Penyediaan sesaji: Dalam upacara selapanan, masyarakat Jawa menyiapkan sesaji yang mengandung makna simbolik keagamaan. Biasanya, sesaji berupa nasi tumpeng, bola nasi, pisang, kue apem, ketan, ayam utuh, serta nasi wuduk atau rasulan.
Kenduri: Kenduri dilakukan dengan membagikan makanan kepada tetangga, sanak saudara, dan anak-anak sekitar sebagai bentuk berbagi kebahagiaan.
Nah, itu tadi penjelasan soal selapanan, sebuah tradisi selamatan untuk bayi berusia 35 hari. Ternyata bukan hanya sekadar ritual, tapi wujud kasih sayang dan harapan terbaik untuk si Kecil. Lewat tradisi ini, keluarga ikut merayakan tumbuh kembang bayi dengan penuh makna.



















